BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Fizi Imran. Dia barasal dari Negara Malaysia yang kini menimba ilmu di UIN Suska. Perbedaan adat dan bahasa tentunya menjadi masalah besar baginya dalam perjalanan menimba ilmu. Namun dari situlah dia mendapat segudang pengalaman.Â
Kepada bertuahpos.com, Fizi bercerita banyak bagaimana sulitnya dia berkomunikasi. Bahkan hampir di semua mata kuliah dia sering kebingungan untuk mencerna maksud uraian materi dosen. Namun itu sangat menyenangkan baginya. “Bagi saye, pengalaman itu penting,” ungkapnya dengan logat khas Malaysia.Â
Mahasiswa kelahiran 1995 itu akrab disapa Fizi. Nama ini juga mengingatkan pada serial kartun terkenal Upin dan Ipin. Sebab salah seorang teman si kembar ini bernama Fizi. Cara bicaranya pun sama persis.
Di mata Fizi, orang Riau itu ramah, bersahaja dan mudah untuk diajak berteman. “Tak macam Malaysia tengok harte lalau bekawan. (Berbeda dengan Malaysia yang selalu memandang harta kalau berteman-red),” katanya.Â
Bagi Fizi, Indonesia suatu negara yang unik dan negara yang mudah akan pendidikan. Kalau di Negara kelahiranya untuk mendapat gelar S1 harus diploma dulu. Ambil diploma pun tidak mudah, sama dengan ambil S1 kalau di Indonesia.Â
“Ada empat syarat ambil diploma, ujian lisan selama dua hari, ujian interview ditanya kenape nak ambil diploma, ape alasannya, habis tu ujian tulisan, kemudian di Malaysia mahal tak macam Indonesia, murah,” katanya.Â
Di Indonesia Fizi tinggal bersama keluarganya. Fizi mahasiswa UIN Suska Riau semester pertama dengan jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum di Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum.Â
Fizih memilih kuliah di UIN Suska Riau karena baginya ilmu yang mempelajari agama di UIN bagian-bagiannya banyak. “dan saye nak di UIN, sebab saye nak di Riau. Di UIN tinggal milih jurusan nak ke mana,” ungkapnya.
Fizi masuk UIN menggunakan jalur Internasional dengan persyaratan Ijazah, foto rumah, foto lengkap Fizi, dan tidak pakai tes ujian.Â
“Segale macam gambar. Banyak gambar saye. Saye bagi-bagi, mintak pelik-pelik aje,” ungkap Fizi.Â
Sulit untuk Fizi menyesuaikan diri di Indonesia dengan suhu di Indonesia lebih panas. Dia mengumpamakan, panas itu ibarat matahari hanya sejengkal dari atas kepala.Â
Berbahasa Indonesia masih sangat sulit bagi Fizi. Seperti saat memasuki kelas Fizi tidak paham apa yang diucapkan dosen bahkan dia dan semua teman Malaysia-nya di hukum dosen untuk membuat resume sebanyak 50 rangkap.Â
“Bahasa dari dosen tu tak paham lah. Di hukum nulis 50 rangkap, semua budak Malaysia kenak 50 rangkap tulis tangan,” ucapnya sambil tertawa.
Kalau dari sisi makanan, tidak ada banyak masalah yang dia hadapi. Fizi paling suka dengan lotek, lontong pecel dan lontong sayur.
“Kalau nasi padang saye tak nak. Bosan Saye. Sebab di sane (Malaysia) juge ade. Cuma di sane mahal delapan ringgit (Rp.24.000-red) sebungkus. Kalau di sini cuma 3 ringgit (Rp.9.000-red) sebungkus. Tak nak lah, kalau makan nasi padang. Bosan,” katanya.Â
Di sini, dia lebih tertarik berteman dengan mahasiswa lokal ketimbang mahasiswa asal negaranya. Sebab masalah bahasa menjadi alasan kuatnya untuk berbaur dengan mahasiswa lokal. Sementara jika dia berbaur dengan mahasiswa dari Malaysia, dia yakin pengetahuannya soal bahasa tidak akan berkembang. (mg2)