BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Pemprov Riau melalui DPMPTSP telah mengeluarkan izin Nomor 503/DPMPTSP/IZIN-ESDM/66, Â tanggal 29 maret 2017 kepada PT Logomas Utama. Perusahaan itu diberi izin seluas 5.030 hektar di kawasan perairan laut Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis. Kawasan wisata Pulau Beting Aceh, masuk dalam kawasan itu untuk dilakukan eksploitasi pasir.
Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau, Syahrial Abdi mengatakan, pemberitaan beberapa hari belakangan ini tentang perizinan itu, telah mengganggu perspektif pariwisata.
” Karena kalimatnya kalau kita narasikan seolah-olah destinasi wisata Pulau Beting Aceh akan diluluhlantahkan dengan keluarnya izin ini,” katanya dalam konfrensi pers di Pemprov Riau, Senin (29/5/2017).
Dia menjelaskan kronologi awalnya, konteks pengelolaan pertambangan yang ada di kawasan itu yakni pertambangan pasir laut. Sejarahnya, kata Syahrial Abdi, telah dikeluarkan SK Dirjen Pertambangam Umum Nomor 490.K/24.02/DJP/99 tanggal 23 Agustus 1999. Tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksploitasi.
“Itulah ketentuan yang ketika itu mengatur,” katanya.
Dokumen Amdalnya sudah disiapkan pada tahun 1998, RKL, RPL kegiatan pertambangan pasir laut di perairan Rupat Utara, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis. Nomenklatur itu yang menjadi pertanyaan, tidak ada satupun yang mengetahui bahwa di kawasan itu ada yang melakukan kegiatan pertambangan pasir laut dengan luas 5.030 hektar. Karena ketika itu masalah perizinan ini menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Ketika pemerintah pusat yang mengendalikan wewenang perizinan, Pemprov Riau tidak bisa berbuat apapun. Ketika keluar SK Dirjen Pertambangam Umum itu (sekarang Dirjen Mineral dan Batubara). Pada tahun 2000,sebagai bentuk dukungan untuk kelengkapan administrasi sudah ada surat Gubernur tingkat I Provinsi Riau, menyatakan bahwa dokumen yang diajukan oleh PT Logomas Utama itu lengkap.
Kemudian masa berlaku SK Dirjen itu 23 Agustus 1999 sampai 11 Agustus 2028. Pada tahun 2015 tanggal 6 Juli, dikeluarkan surat dari direktur pembinaan perusahaan mineral tentang petunjuk penyesuaian KP menjadi IUP. Dari Kuasa Pertambangan Eksploitasi.l menjadi Izin Usaha Pertambangan Operaso Produksi.
“Itulah yang tandatangani oleh Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dari sini sudah jelas perbedaannya. Ketika KP iti menjadi kewenangan pemerintah pusat, dan ketika berubah menjadi IUPOP itu menjadi kewenangan Provinsi Riau,” tambahnya.
Tanggal 6 Juli 2015, keluar surat dari Bupati Bengkalis soal dukungan remcana operasi produksi terhadap perusahaan itu. Selanjutnya ada surat permohonan KP menjadi IUPOP oleh PT Logomas Utama kepada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T).
“Jadi ini bukan baramg yanh tiba-tiba muncul,” kata Syahrial. “Kenapa sampai ke BP2T? Tahun 2015 itu terjadi perubahan kewenangan di sektor pertambangan dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. Undangan-Undang itu berlaku pada 2 Oktober 2014,” tambahnya.
Pada tahun itu pula, Pemprov Riau bersama Korsub KPK melihat semua kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang dulu nomenklaturnya adalah Pertambangan Umum. Semuanya dievaluasi. Terhadap pihak yang tidak mampu menjalankan kewajibannya kepada negara izinnya dicabut. “Ini lebih kepada penataan administrasi di sektor pertambangan,” sambungnya.
Bahwa, sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 43 dan peraturan perundang-undangan nomor 24, tidak mengenal lagi kuasa pertambangan. Bahkan kewenangan terkait dengan pertambangan di wilayah Riau, sudah menjadi kewenangan Provinsi tidak lagi menjadi kewenangan Pusat.
“Karena adanya peralihan kewenangan itu, makanya berubah menjadi izinnya ke Provinsi dengan harus memiliki Izin Usaha Produksi (IUP) dari Provinsi. Sesuai dengan peraturan dari Korsubgah KPK tentang pertambangan,” jelas Syahrial. (bpc3)Â