BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Beberapa hari lagi masuk Bulan Ramadan. Suasana di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Umban Sari, Rumbai, Pekanbaru, Sangat berbeda dengan hari biasanya. Kendaraan silih berganti masuk ke areal makam. Di tangh TPU itu ada banyak masyarakat setempat yang membawa peralatan pembersih rumput dan melakukan pekerjaannya.
Saat masuk ke komplek pemakaman, ada sebuah Gapura besar warna putih. Kendaraan biasanya masuk melintasi pintu Gapura itu. Kemudian diarahkan hingga ke ujung jalan untuk mencari tempat parkir yang kosong. Jalan itu sudah masuk ke dalam area komplek pemakaman. Dari sini saja sudah terlihat bagaimana sibuknya orang-orang di sini.
Jangan merasa terganggu dengan teriakan para penjual bunga rampai. Jangan risih dengan teriakan anak-anak kecil yang menawarkan jasanya untuk membantu membersihkan makam. Jangan pula terganggu dengan sapaan pengemis yang meminta jatah dari uang saku pengunjung.
Seperti itu lah di sini. Saat menjelang masuk bulan Ramadan. Kebiasaan masyarakat Kota Pekanbaru melakukan Ziarah kubur, menjadi sumber nafkah bagi orang-orang itu. Tua, muda, kecil, besar masing-masing memainkan perannya.
Dua orang remaja membawa sebuah kaleng cat dan kuas kecil saling berpacu lari menghampiri sebuah makam di komplek pemakaman itu. Keduanya hanya mengenakan celana pendek dan berbaju kaos. Mereka adalah Rido dan Zaky.
“Cat namannya sudah kusam, mau kami perjelas, Pak?” ujar Rido.
“Sekali cat berapa?” tanya Amin.
“Seikhlasnya, Pak?”.
Seperti itu lah mereka memberikan penawaran. Setelah semuanya selesai, transaksi baru dilakukan. Sore itu, Kamis tanggal 23 Mei 2017, Amin bersama keluarganya mengunjungi makam orang tuanya di TPU Umban Sari. “Ini sudah menjadi kebiasaan setiap tahun,” ujarnya kepada bertuahpos.com.
Rido dan Zaky dipersilahkan menyelesailan tugasnya, tiba-tiba datang lagi dua orang bocah berusia belasan tahun. Bocah ini menawarkan jasa membersihkan rumput di sekitar makam. Sama, jasanya ini juga dibayar seikhlasnya saja. Hanya dalam hitungan menit, sampah dedaunan dan rumput liar di sekitar makam orang tua Amin bersih. Amin menyodorkan uang sedekah Rp 10.000 untuk dua orang bocah itu kemudian berlalu mencari makam lain yang dikunjungi sanak saudaranya.
Di tempat yang sama, Rido dan Zaky tengah fokus memperjelas tulisan di batu nisan. Sambil memerintahkan temannya untuk melakukan pekerjaan sama di bagian lain pada batu nisan itu.
Rido dan Zaky, ternyata mahasiswa semester 8 di Universitas Lancang Kuning. Mereka warga setempat. Tiap tahun aktifitas seruma mereka lakoni untuk mencari tambaham uang jajan.
Ada banyak pengalaman berharga yang mereka dapatkan sepanjang melakukan aktifitas itu. Mulai dari imbalan besar, sampai tidak mendapatlan apapun dari jerihnya sebagai tukang cat nama makam.
Pernah suatu ketika dia dipanggil seorang pemilik makam dan diminta untuk memperjelas tulisan tiga buah makam keluarganya. Rido memanggil Zaky supaya pekerjaanya itu cepat selesai. Dia mendapatkan imbalan selembar amplop dari pekerjaannya itu. Isinya uang Rp 100.000.
“Itu sedekah yang paling besar saya dan Zaky terima, bang,” ujarnya.
“Bagi dua lah, bang,” timpal Zaky.
Rido dan Zaky melakoni pekerjaan ini setiap tahun. Hampir tidak pernah terlewatkan. Mereka percaya Ramadan itu bulan berkah. Apa yang mereka dapatkan menjelang masuknya bulan suci itu, hanya segelintir dari berkah yang mereka rasakan. Momentum seperti ini, kata Zaky, selalu ditunggu setiap tahunnya.
Mereka terlihat begitu bergembira dengan pekerjaannya itu. Tidak ada kata malu untuk sebuah amal. Mereka bahlan tidak meminta apapun setelah pekerjaannya selesai. Menawarkan kepada pengunjung agar makam sanak saudaranya di perbaiki hanya sebatas untuk mendapatkan izin.
“Kami tidak mungkin sembarang cat, kalau ternyata ahli warisnya tidak mengizinkan,” sambungnya.
Usai pulang kuliah, mereka istirahat sejenak kemudian turun ke makam. Zaky dan Rido memang sudah lama menjadi patner. Mereka memilih turun ke makam menjelang sore hari ketimbang duduk nongkrong seperti remaja lain untuk menghabiskan waktu.
Cat tulisan batu nisan di makan orang tua amin sudah selesai. Tulisan itu di poles dengam cat minyak warna emas. Mengkilap dan hasilnya bagus. Dia dapat sedekah salam tempel dari amin. Tidak jelas jumlahnya berapa. Tapi wajah mereka memancarkan aura keceriaan. “Terimakasih banyak, Pak,” ujar Rido, dan mereka pun berlalu.
Itulah sekelumit kisah mereka yang ikut merasakan berkah saat menyambut bulan suci Ramadan. Hasilnya mungkin tidak seberapa. Tapi manfaat yang diberikan kepada pengunjung sungguh luar biasa. Minggu depan, bulan depan, atau tahun depan, Amin mungkin akan kembali lagi mengunjungi makan orang tuanya. Dia tidak mempersoalkan apakah cat yang di oleskan Rido dan Zaky pada batu nisan makam itu, suatu saat akan memudar. Namun yang pasti, menurut dia, salah satu semangat Ramadan adalah semangat berbagi. (bpc3)Â