BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Hasil studi awal Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, menunjukkan bahwa belum semua pelayanan kesehatan bagi peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) dilakukan secara baik oleh penyelenggara layanan kesehatan. Selain itu juga ditemukan bentuk–bentuk tindakan yang berpotensi fraud (kecurangan) dalam pelayanan. Melihat kondisi tersebut Fitra Riau membentuk pusat konsultasi dan pendampingan bagi pasien peserta JKN KIS di Riau.
Â
“Tujuan pendirian pusat konsultasi dan pendampingan ini, adalah untuk memberikan arahan dan membantu pasien khususnya Peserta Bukan Iuran (PBI), jika mendapatkan kendala dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan baik tingkat pertama (FKTP) maupun tingkat lanjutan (FKTL),” ujar Koordinator Fitra Riau, Usman
Dia menjelaskan, pendirian posko ini juga turut untuk memberikan pendidikan kepada masyrakat dalam mendapatkan layanan yang bermutu dan berkualitas. Karena tidak semua masyarakat diberikan pengetahuan secara jelas kepada penyelenggaran layanan, seperti BPJS, Rumah sakit maupun dinas kesehatan. sehingga banyak kejadian – kejadian dilapangan yang tidak diketahui oleh masyarakat, padahal sebenarnya masyarakat sedang dicurangi.
Menurutnya, upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada warga, pemerintah secara nasional telah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasonal (JKN) dalam bentuk Kartu Indonesia Sehat (KIS). Program jaminan ini memberikan jaminan kepada masyarakat khususnya warga tidak mampu untuk mendapatkan layanan kesehatan secara baik.
“Di Provinsi Riau saja, terdapat lebih dari 1,7 juta warga kurang mampu yang mendapatkan bantuan iuran BPJS baik melalui APBN dan APBD atau yang disebut Peserta PBI,” tambahnya.
Usman mengungkapkan, fenomena yang paling banyak muncul, dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan bagi peserta JKN KIS, berdasarkan studi awal Fitra Riau tersebut terbagi menjadi tiga. Yaitu, pada saat akan masuk ke RS (bagi pasien bukan darurat), pada saat dirawat di RS, dan pada saat berurusan dengan obat.
Pada saat pendaftaran pasien, kata dia, pasien harus mengantri panjang untuk mendapatkan nomor antrian dan terdaftar sebagai pasein. Kondisi ini ditemukan dibanyak rumah sakit, dimana rumah sakit memberikan loket pendaftaran pasien yang tidak sesuai dengan jumlah pasien.
“Selanjutnya, pada saat perawatan (bagi pasien rawat inap), pasien justru mendapatkan layanan alakadarnya, kunjungan dokter tidak rutin, dibiarkan tanpa tindakan lanjutan, bahkan ada pasien yang memilih pulang meski belum sembuh,” tambahnya.
Temuan lainnya, dalam catatan Fitra, terdapat pasien yang diminta untuk membeli obat sendiri, dengan alasan tidak tersedianya obat di rumah sakit bersangkutan. Padahal, pelayanan sebenarnya semuanya sudah di claim oleh BPJS berdasarkan tingkat penyakitnya. Selain itu, pasien juga harus menanggung beban untuk membayar ambulan, padahal biaya tersebut mestinya sudah ditanggung oleh BPJS.
“Tindakan–tindakan sedemikian tersebut, merupakan bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara layanan kesehatan. dan banyak masyarakat tidak memahami dan mengetahui dan akhirnya menjadi korban atas kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan,” sambungnya.
Untuk itu, maka Fitra Riau sebagai organisasi masyarakat sipil, perlu memberikan perhatian yang lebih terhadap tindakan – tindakan yang mengakibatkan kerugian kepada masyarakat banyak. Karena UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pasal 35 ayat 3, telah mengatur bahwa pengawasan pelayanan publik salah satunya dapat dilakukan oleh masayrakat dalam bentuk membuat laporan dan pengaduan.
Dalam proses ini, Fitra Riau akan membangun kerjasama dengan Ombudsman Perwakilan Riau dan Pemerintah sebagai pengawasan pelayanan publik yang memiliki otoritas yang kuat. Selain itu, juga Fitra Riau akan bekerjasama dengan BPJS ada perbaikan-perbaikan kedepannya dalam pelayanan kesehatan masyarakat ini.(rls/bpc3)