BERTUAHPOS.COM, JAKARTA — Setidaknya dalam empat penyelenggaraan Piala Dunia terakhir, polisi tidak lagi disibukkan oleh ulah beringas sebagian pendukung tim nasional Inggris, yang dikenal dengan sebutan hooligan.
Sebelumnya, kelompok hooligan tersebut ibarat wabah penyakit yang menakutkan, karena tidak segan-segan menyerang siapa pun yang mereka temukan.
Akibat pengaruh alkohol, mereka juga sering nekad dan tidak mengenal rasa takut meski berhadapan dengan kelompok lawan yang jumlahnya lebih banyak.
Tapi pemandangan yang terlihat di dalam stadion Corinthians, Sao Paulo pada Jumat (20/6) dini hari WIB, maupun di fan festival diluar stadion berkapasitas 62.000 orang, justru hal sebaliknya. Wajah-wajah beringas para pendukung tim Inggris, sudah berubah total menjadi melankolis.
Tidak sedikit yang menitikkan air mata setelah dua gol Luis Suarez mengantarkan tim Inggris ke tepi jurang setelah takluk 1-2 dari Uruguay, pada pertandingan penyisihan Grup B.
Akibatnya, Inggris yang menjadi salah satu tim yang diunggulkan, hampir dipastikan pulang lebih dulu, menyusul juara bertahan Spanyol karena setelah mengalami dua kali kekalahan. Kekalahan sebelumnya dialami dari juara 2006 Italia, juga dengan skor 1-2.
John Clark, salah satu pendukung Inggris yang mengaku asal Manchester, mengatakan bahwa para perusuh sepakbola Inggris secara perlahan sudah berkurang, seiring dengan perjalanan waktu.
“Seingat saya, para hooligan tersebut terakhir kali berbuat rusuh di Piala Dunia 1998 lalu di Perancis, setelah itu sudah tidak ada lagi,” kata Clark usai pertandingan.
Pria berusia 35 tahun yang datang bersama lima orang sahabatnya mengatakan, kerusuhan dalam skala kecil memang masih terjadi di kompetisi domestik, tapi hanya terbatas pada kompetisi tingkat bawah, bukan Liga Utama (Premiership).
Sejak diberlakukannya “Spectator Act” dimasa pemerintahan Perdana Menteri Margareth Thatcher pada 1989 yang mengawasi penonton sepak bola di stadion, kekerasan pun mulai berkurang dan secara perlahan mengembalikan citra sepak bola Inggris.
Dalam 20 tahun terakhir, jumlah kasus kekerasan yang melibatkan hooligan sudah berkurang secara drastis sejak dilakukan pemeriksaan secara cermat setiap penonton yang akan masuk stadion.
Gerakan perusuh sepak bola juga semakin terbatas karena identitas mereka akan direkam dan dilarang untuk memasuki stadion, termasuk stadion pertandingan Piala Dunia.
Tapi belakangan ini kekerasan dalam sepak bola, telah bertransformasi dari perkelahian di lapangan atau jalanan menjadi tindakan rasis atau kekerasan dalam wujud lain di media sosial seperti Twitter dan Facebook.
Itulah sebabnya, FIFA sebagai organisasi tertinggi sepak bola berusaha untuk mengikis bentuk kekerasan tersebut dengan membentangkan poster besar bertuliskan “Say No To Racism” di setiap pertandingan(Aktual)