BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU- Sebuah pendalaman prinsip keilmuan pada hakikatnya berkala dan tidak kaku. Misalnya saja pendapat kaum muslimin tentang nikah siri. Secara agama dianggap sah, namun dalam hakikat hukum kenegaraan hal itu sangat tidak diperbolehkan.Â
Pakar Hukum Fiqih UIN Suska Riau, Asril SHI, SH, MI memberi perumpamaan logis soal pandangan ini. Sebagian besar kaum muslimin sepakat kalau nikah siri itu sah secara hukum Islam. Namun demikian, nikah siri dianggap tidak sinkron lagi dengan kondisi modern saat ini.Â
Pendapat Asril beranjak dari hakikat mengapa hukum dibuat. Harus memuat kondisi historis dalam memecahkan masalah ini. Â Dia bercerita dalam sebuah pengajian kupasan mengenai soal nikah siri pernah dia lakukan bersama jamaahnya.Â
Ada seorang perempuan paruh baya yang begitu getol mempertahankan pendapatnya bahwa nikah siri sah secata islam dan diperbolehkan. “Pendapat ini memang benar,” Â katanya. Namun logisnya, Asril kembali bertanya kepada jamaahnya.Â
“Saya bilang, ibu punya anak perempuan? Apakah ibu setuju anak perempuan ibu menikah tapi tidak tercatat dalam negara. Tidak ada surat nikah?” ujarnya. Siapapun pasti tidak ingin hal ini terjadi. Sebab bagaimanapun status pernikahan haruslah mendapat pengakuan.
“Nenek saya dulu juga nikah siri dan tidak tercatat di negara. Dia hidup disebuah kampung kecil. Bekerja dengan penghasilan kecil, kemudian meninggal juga di kampung kecil itu. Tidak ada masalah apapun dengan nikah sirinya,” tambahnya. Pengalaman Asril yang dialami oleh kakek dan neneknya terjadi dulu sekali. Jauh sebelum negara memberlakukan sistem pencatatan sebuah pernikahan.Â
Dia mencontohkan, misal di Jawa seorang pria menikahi seorang wanita dengan cara nikah siri. Setelah bahtera rumah tangganya berjalan sekian tahun, sangat bahagia dan tidak ada masalah. Hasil dari pernikahan siri itu dikaruniai seorang anak.Â
Pada suatu hari, sang suami berangkat ke Padang untuk menjalankan tugas pekerjaan, selama beberapa bulan. Ternyata sang suami mengenal perempuan lain. Saling suka. Â Kemudian melangsungkan pernikahan secara resmi sesuai ketentuan negara. Dengan kata lain teecatat secara resmi sebagai suami istri yang sah, dan semua orang tahu.Â
“Sementata istrinya yang di Jawa statusnya nikah siri. Kira-kira istri mana yang diakuinya. Padahal mereka sama-sama sah menikahnya,” katanya.Â
Seiring berjalannya waktu, pernikahannya di Padang terbongkar juga. Istri di Jawa minta cerai. Suami cukup menjatuhkan talak. Kemudian selesai. Karena semua harta benda yang dibeli selama hubungan rumah tangga mereka berjalan atas nama suaminya, maka harta itu diambil. Istri tidak bisa gugat sebab ketika kasus itu dibawa ke pengadilan, harus ada surat nikah. Sementara pernikahaan mereka adalah siri.Â
Seiring waktu berjalan, sang anak hasil nikah siri ingin masuk sekolah. Salah satu syarat pendaftaran, si anak harus punya akta kelahiran. Dalam pandangan Asril, bagaimana mungkin akta kelahiran bisa diperoleh, sebab untuk membuat akta kelahiran anak pakai surat nikah.
“Dalam situasi seperti ini, yang dizalimi adalah pihak perempuan. Pengapusan sistem nikah siri oleh negara dalam upaya untuk membela hak istri secara hukum. Sebab dalam status pernikahan yang dicatat oleh negara, sang istri berhak untuk menggugat suami jika tidak diberikan nafkah lahir dan batin,” sambungnya.Â
Dari kasus di atas, menurut Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum ini, perlu ada semacam pendewasaan hukum. Sebab hukum fiqih juga dihasilkan berdasarkan situasi dan kondisi saat itu. Dulu, nilah siri tidak ada masalah, karena kemungkinan akan dilakukannya gugatan perceraian masih sangat sedikit. Kini, kasus perceraian sudah sangat marak, perlu ada perlindungan hukum terhadap sang istri.
“Pandangan seperti ini tidak pernah disampaikan dalam bangku kuliah, sehingga pemahaman lama masih melekat, padahal itu sudah tidak relevan. Imam syafi’i pernah mengatakan, hal yang lebih banyak mudoratnya, harus ditinggalkan. Nikah siri bukan tidak ada manfaatnya, tapi mudorat bagi istri jauh lebih besar, ketimbang manfaatnya,” sambungnya.Â
Penulis: Melba Ferry Fadly