BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Di Kampung Durian, Kabupaten Kampar banyak menyimpan kisah pilu kaum Suku Melayu Tiga Koto Sibelimbing. Kisah itu bercerita bagaimana perjuangan mereka merebut kembali tanah ulayan mereka yang diambil PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PT PSPI) tahun 1992.
Disebuah kediaman di Kampung itu, bertuahpos.com bertemu dengan Syamsir. Pria paruh baya ini masih keturunan ‘darah segar’ dari Datuk Raja Melayu. Nama itu adalah sebuah gelar penobatan untuk pemimpin persukuan ini.
Dulu, di tempat ini ada Suku Melayu Pertemuan. Kampung kecil ini berada ditengah hutan pada thun 1993. Kampung ini merupakan kampung sakral. Sebab menjadi tempat perkumpulan beberapa suku lainnya, untuk membahas persolaan mustahak dan penting.
Tanah ulayat di masa itu dijadikan sebagai lahan pertanian dan pedadangan. Pada suatu hari, PT PSPI menurunkan pasukan alat berat. Pohon-pohon besar dibabat. Tanaman kehidupan milik masyarakat musnah. Dalam sekejap berganti dengan tanaman akasia.
“Masyarakat resah hadirya Perusahaaan yang telah mengambil tanah garapan anak kemenakan persukuan melayu pertemuan,” kata Syamsir, saat berbincang kepada bertuahpos.
Keresahan mereka bukan tanpa alasan. Anak cucu mereka hilang mata pencaharian. Hutan bagi mereka tidak sebatas mampu mengepulkan asap dapur, tapi juga menjadi lumbung penghidupan yang dianggap cukup menghidupi rastuan generasi selanjutnya.
‘Penjajahan’ seperti itu menjadi gosip baru dikalangan suku ini. Mereka linglung. Kebingungan pada saat itu. Tak ada yang bisa dilakukan selain memperbincangkannya. Bagi mereka itu sebuah kekejian.
Mereka takut. Karena pada masa itu, Perusahaan selalu menggunakan pendekatan kekerasan dengan dukungan dari aparat kepoIisian dalam menyelesaikan persoalan penyerobotan lahan.
Penulis: Eli Suanti