BERTUAHPOS.COM – Dinamika perekonomian global dalam satu dekade terakhir memperkuat tekad negara-negara kawasan ASEAN untuk memperkokoh kerja sama ekonomi di bawah ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Dengan pasar dan jumlah penduduk yang berlimpah, tentunya bakal membuat Indonesia menjadi sasaran empuk negara ASEAN.
MEA 2015 yang tinggal menghitung hari lagi, tentunya membuat Indonesia tak terkecuali Provinsi Riau harus siap dan sigap. Termasuk para akuntan di Riau juga dituntut mempersiapkan segala amunisi, membuat strategi , benteng pertahanan yang kuat untuk tetap bisa bertahan dan tidak tergerus arus MEA 2015 .
Apalagi Undang-Undang No.5 Tentang Akuntan Publik memang sudah nyata-nyata memberikan lampu hijau bagi akuntan asing untuk berkiprah di dunia internasional. Secara tidak langsung kondisi seperti ini bisa membuat akuntan kehilangan pangsa pasar karena perusahaan-perusahaan tentunya akan lebih memilih untuk merekrut akuntan asing yang memiliki kualitas dan kesiapan berkompetisi..
Salah satu bekal amunisi yang bakalan mengancam antara lain kemampuan bahasa asing. Karena pada umumnya, permasalahan kita adalah penguasaan bahasa asing terutama Bahasa Inggris. Sedangkan di empat negara ASEAN, seperti Malaysia, Filipina, Singapura, dan Brunei Darussalam, para akuntannya memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik.
Selain dalam segi bahasa, akuntan Riau juga harus membenahi sektor keprofesian khususnya yang berhubungan dengan register akuntan. Karena dapat kita lihat, Riau baru sedikit memiliki akuntan beregister dan bersertifikat.
Sesuai data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), jumlah akuntan profesional di Indonesia relatif jauh lebih kecil dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Fillipina. Berdasarkan data akuntan di ASEAN pada 2010, jumlah Akuntan di Indonesia baru mencapai 10 ribu profesional, jauh tertinggal dari Malaysia (27.292); Filipina (21.599); Singapura (23.262); dan Thailand (51.731).
Selain dari kedua permasalahan di atas, akuntan Riau bakal kewalahan di tengah serbuan akuntan-akuntan asing bila tidak segera melakukan pembenahan optimal dari sisi keilmuan dan skill. Yang akhirnya terpental bila gerbang persaingan mulai dibuka, khususnya ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan pada 2015 mendatang.Â
Selain itu, para lulusan perguruan tinggi yang bukan berasal dari jurusan akuntansi dapat mengikuti ujian sertifikasi ini dengan mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi untuk menyetarakan kompetensinya dalam bidang akuntansi hingga sesuai dengan lulusan jurusan akuntansi. Maka tentunya secara kuantitas jumlah akuntan akan lebih banyak dan hal ini menjadi boomerang bagi para akuntan diriau untuk berusaha ekstra menggali potensi yang ada. Karena tantangan tidak hanya dari faktor eksternal namun juga dari internal di dalam negri.
Untuk mendapatkan gelar Akuntan Beregister Negara Peraturan Menti Keuanagn (PMK) No.25 /PMK.01/2014 harus memenuhi empat karakteristik yakni : pertama , memiliki kompetensi. Akuntan berigester Negara haruslah melalui proses penddikan, akumulasi pengalaman, serta lulus ujian sertifikasi kompetensi profesi dibidang akuntansi. Kedua berpengalaman dibidang akuntansi, ketiga merupakan anggota asosiasi profesi akuntan dan yang terakhir akuntan telah teregistrasi bias mendirikan kantor jasa akuntan (KJA),setelah memenuhi persyaratan.
MEA 2015 sudah didepan mata, siap atau tidak siap, para akuntan Riau harus siap menghadapi gempuran akuntan tingkat ASEAN. Sehingga ASEAN economic community (AEC) bisa menjadi ancaman jika kita tidak mampu bersaing. Namun juga bisa menjadi peluang jika kita mampu bersaing. Tentunya dengan sikap profesionalisme, beretika dan juga kompetitif (Progresif).
Bagaimana pun juga Akuntan Riau memiliki potensi yang besar, apapun tantangan yang akan dihadapi bukan berarti harus dihindari, setidaknya hal ini harus dijadikan cambuk penyemangat bagi para akuntan Riau untuk mempersiapkan diri menjadi akuntan yang mampu bersaing dengan segala kapabilitas dan potensi yang ada. Jadi akankah akuntan Riau ketar-ketir menghadapi MEA 2015?Â
Penulis: Dian Istiandari
Alumni Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska, Pekanbaru