BERTUAHPOS.COM (BPC), SIAK – Masyarakat kampung jaya baru kecamatan Bunga raya Siak, yang mayoritasnya petani sawah memilih menjual hasil sawahnya ke tengkulak dibandingkan menjual ke bulog. Pasalnya harga bulog yang ditawarkan lebih rendah dari harga yang tengkulak tawarkan.
Kukuh Ariyanto (34), seorang warga yang memiliki lahan sawah seluas 1 hektar ini, memilih menjual ke tengkulak sebab dari harga yang ditawarkan bulog dianggap murah.
“Hasil panen kami jualnya ketengkulak mbak, soalnya harga bisa Rp 3.900 sampai Rp 4.000 perkilonya, beda sama bulog,”ujarnya kepada kru bertuahpos minggu (31/7/2016).
Dalam sekali panen dirinya pun dapat menghasilkan rata-rata 7 ton per enam bulan. Setelah panen gabah basah yang dijual ketengkulak dengan harga Rp 3900-4000 sedangkan bulog hanya berani Rp 3.700, hal inilah yang membuat petani memilih menjual hasil padanya ketengkulak.
Hal senada juga diungkapkan Sukri (37), Bapak dua anak yang memiliki setengah hektar lahan sawah ini, lebih memilih menjual hasil padinya ke tengkulak ketimbang bulog, “Kalo dijual ke bulog harganya engga sebanding mbak, bulog cuma berani kasih harga Rp 3.700, sedangkan tengkulak Rp 3.900 sampai Rp 4.000,”katanya.
Pendapatan yang harus ia dapat pun perenam bulan, jika ia menjual melalui bulog kebutuhan sehari-harinya tidak tercukupi. Sukri yang mengenakan jaket motor berwarna hitam dan memakai sendal jepit pun bercerita, dengan memiliki sawah seluas setengah hektar untuk menghidupi keluarganya, tentunya tidak akan cukup, ia harus mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi keperluan rumah dan biaya sekolah anaknya yang masih SD.
“Punya lahan sawah setengah mbak, kalau cuma berharap dari bersawah saja enggak cukup, jadi saya cari kerja tambahan jadi kuli bangunan,”sebutnya.
Sedangkan untuk membeli modal pada penanaman padi, dirinya harus dengan bijak menyisakan uang hasil panennya.
Selain itu harga beras yang tidak menentupun menjadi pertimbangan para petani memilih menjual ketengkulak, “Harga beras juga kan naik turun, sedangkan bulog disaat harga beras naik dia tetap kasih harga rendah, berani kasih harga hanya Rp 3.700, otomatis kami pilih menjualnya ketengkulak,”sambung Kukuh.
Sembari menceritakan kerugian dan keuntungan dari penjualan melalui tengkulak dan bulog pun ia mengatakan kerugian akan didapat jika menjual melalui bulog,
“Kita hitung-hitung mbak Basah 36/47 kering 47/48, Persatu kwintal gabah basah kalau dihitung pertonnya mengalami kerugian persatu tonnya , itu makanya petani tidak mau,”sebut kukuh sambil memencet-mencet kalkulator yang ada di mejanya.
Selanjutnya kukuh mengatakan, pihak bulog juga pernah menawarkan agar kami menjualnya ke bulog, tapi karena harga rendah petani memilih ke tengkulak.
“Mereka pernah menawarkan dengan harga yang rendah, Rp 3600 untuk yang basah, sedangkan Rp 5000 untuk yang kering, beda 200 rupiah saja misalnya, kami petani ya tetap memilih jual ke tengkulak,”katanya.
Mereka pun berharap, agar bulog dapat memberikan harga yang standar untuk para produksi petani, sebab selain menjual dibulog ini dapat memudahkan masyarakat bulog juga dapat menampung berapapun jumlah yang petani hasilkan,
“Harapannya bulog bisa beri harga yang standar jangan dibawah standar, menjual dibulog juga terbilang memudahkan sebab bulog kan bisa menampung berapapun jumlahnya,”tutupnya.
Penulis : Ely