BERTUAHPOS.COM (BPC)– Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menganggap ada persaingan yang tak sehat antara perusahaan ayam terintegrasi dan peternak rakyat mandiri. Selain itu, lembaga ini juga mengendus ada praktik eksploitasi pada peternak yang jadi mitra (plasma) pada perusahaan terintegrasi.
Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf, mengungkapkan pihaknya banyak mendapati temuan eksploitasi perusahaan besar pada peternak plasma. Hal ini lantaran harga DOC (day old chick), pakan, vaksin, sapronak (sarana produksi peternakan), sampai harga daging ayamnya semua ditentukan oleh perusahaan.
“Setelah kita sidangkan di kasus afkir dini PS (parent stock) ayam, kita mau selidiki di pola kemitraan ini. Semua dari doc, sapronak, sampai harga jual ditentukan perusahaan. Peternak tak punya bargaining, peternak jadi ‘budak di kandang sendiri’,” ujarnya kepada detik, Jumat (24/6/2016).
Syarkawi menuturkan, sebanyak lebih dari 80 persen pangsa pasar daging ayam dikuasai perusahaan peternakan ayam terintegrasi. Namun jika diamati lebih jauh, kecenderungan penguasaan pasar mengerucut pada dua perusahaan besar saja.
“Bayangkan, kapitalisasi ayam itu Rp 450 triliun dari hulu ke hilir. Dari pakan di jagungnya, sampai ayamnya,” ucap Syarkawi.
Dia menjelaskan, pola kartel dalam tata niaga ayam ini akan mengarah pada penyelidikan sistem posko. Posko merupakan kelompok perusahaan yang menjalankan inti plasma yang berperan sebagai pusat informasi pasar bagi anggotanya, pola ini memungkinkan perusahaan inti bisa mengendalikan pasokan dan harga ayam dalam negeri.
Dalam posko pula, ayam yang dihasilkan dari perusahaan terintegrasi lewat afiliasinya, peternak plasma, bisa didistribusikan ke broker atau pedagang besar sebelumnya akhirnya sampai ke konsumen akhir, baik di pasar tradisional maupun pasar modern.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner KPPU, Saidah Sakwan berujar, selain peternak yang menjadi plasma, peternak rakyat mandiri juga tak berdaya dengan penurunan harga ayam di kandang, terutama saat adanya kelebihan pasokan ayam beberapa waktu lalu.
“Di Batam waktu itu, dari 290 peternak, hanya tersisa 90 peternak saja. Yang peternak mandiri ini hanya 20% (kapitalisasi pasar), jumlahnya terus menurun,” ucap Saidah.
Sumber: detik