BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Direktur Utama Bank Rau Kepri (BRK) mengaku perbankan di Riau juga kelimpungan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 235 tahun 2016. “PMK ini memang sempat menyita pikiran kita,” katanya, Kamis (07/04/2016).
Dia menambahkan sejak Januari 2016 lalu BRK saja mengalami penurunan aset yang cukup besar. Dana Bagi Hasil atau DBH dan Dana Alokasi Umum atau DAU tidak lagi disalurkan dalam bentuk uang tunai tapi surat berharga negara.
“Dengan demikian era dana mengendap di Perbankan Daerah Riau sudah selesai. Kami dari pihak perbankan akan mengatur strategi ulang. Satu-satunya cara, produktifitas kinerja harus dilakukan,” tambahnya.
Dia menambahkan bahwa bank plat merah itu sangat terganggu dengan adanya peraturan itu. Namun demikian, untuk saat ini bukan waktunya untuk protes, tapi bagaimana pengembangan untuk tambahan modal bisa dicapai dengan menggaet investor dari luar.
( Baca:Kebijakan PMK Tentang SBN, Pasar Obligasi Jadi Menarik)
“Karena selama ini memang diakui bahwa BPD kita dan BPD lainnya memang mengelola dana dari pemerintah,” sambungnya.
Selain itu kondisi perekonomian Riau pada triwulan ke I tahun 2016 ini belum memberikan dampak singnifikan, karena masih berimbas pada kondisi ekonomi tahun sebelumnya. BPD kini sangat berharap dukungan itu muncul dari paket ekonomi selanjutnya yang akan dikeluarkan oleh Presiden RI.
Selain itu strategi yang mungkin bisa dilakukan adalah meningkatkan kinerja perbankan. Bank harus mencari investor sebanyak-banyaknya. Langkah itu perlu untuk dilakukan, mengingat perbankan daerah bisa goyang dengan keluarnya kebijakan ini. Apalagi jika tidak ada pembaharuan strategi. “Kami sudah persiapkan semuanya,” sambungnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengkonvesrikan anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Riau ke dalam Surat Berharga Nasional (SBN), diyakini semakin membuat keuangan daerah Riau tambah Miris.
Menurut anggota DPR RI Komisi XI Jon Erizal mengatakan, kebijakan Menteri Keuangan RI dengan sendirinya akan menyebabkan Pemerintah Provinsi Riau harus mengatur kembali sistem keuangan daerah. Dia mengakui bahwa sepanjang tahun 2015, Provinsi Riau masuk dalam 5 daerah dengan realisasi anggaran terendah.
“Namun demikian alasannya jelas. Saya ketika tahu Riau masuk dalam daftar realisasi anggaran terendah itu, langsung kontak Plt Gubernur Riau, Pak Andi memberikan alasan-alasannya. Salah satunya terbentur masalah proses seleksi aparatur sipil negara,” katanya.
Dia menambahkan bahwa, meski kebijakan itu sudah diatur lama tetap saja pemerintah pusat harus memberikan pertimbangan jelas soal penerapan aturan itu. Namun demikian, melihat kondisi Riau, bahwa 70 persen sumbangan anggaran pemerintah masuk dari sektor Migas, artinya dengan penerapan peraturan itu ada sebanyak 70 persen pula anggaran pemerintah daerah Riau yang ditahan.
“Bagaimanapun kami akan tetap memberikan dukungan kepada daerah, salah satunya dengan cara, melakukan komunikasi lagi dengan Menteri Keuangan untuk mendapatkan solusi tersebut,” sambung Jon Erizal.
Penulis: Melba