BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Dibentuknya Badan Restonasi Gambut (BRG) oleh Pemerintahan Jokowi menunjukan bahwa negara sudah membuat sekenario “busuk” untuk melindungi mafia Sumber Daya Alam atau SDA. Terutama menyangkut masalah pengelolaan lahan gambut di Riau.
Pakar Lingkungan dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, Dr Elviriadi menilai skenario dibentuknya BRG itu jelas terlihat, bahwa negara masih melindungi para korporasi yang sudah menciptakan konflik dengan masyarakat di Riau.
“Bagaimana bisa badan restonasi gambut itu hanya diminta untuk mengurus gambut rusak yang berada di luar area konsesi. Sementara yang rusak parah itu adalah kawasan yang berada dalam konsesi perusahaan,” katanya kepada bertuahpos.com, Kamis (03/03/2016).
Dosen yang akrab disapa Elev itu menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah Jokowi itu seorang tidak memberikan sanksi apapun, terhadap perusahaan yang bermasalah, termasuk perusahaan yang sudah lama berkonflik dengan masyarakat.
“Seharusnya, ini menjadi tolak ukur. Misalnya ada perusahaan HTI yang terbukti merusak lingkungan atau terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan harus ditindak tegas. Sekrang malah memberi dukungan dengan dibentuknya BRG itu,” katanya.
Hadirnya lembaga pemerintah yang akan melakukan perbaikan terhadap gambut di luar area konsesi perusahaan itu, dianggap tidak ubahnya seperti melepas tanggungjawab presiden saja, atas janji yang telah dia berikan saat melakukan kunjungan ke Riau tahun lalu.
Elev masih ingat ucapan Jokowi saat berkunjung ke Sungai Tohor, Kabupaten Kepulauan Meranti itu, bahwa penyebab rusak gambut di Riau tidak lain adalah hadirnya perusahaan monokukltur, seperti PT Riau Andalan Palp and Papaer atau RAPP, IKPP dan APP di Riau.
Dibentuknya BRG, menurut Elev, sama sekali tidak akan efektif untuk melakukan perbaikan lahan gambut yang sudah rusak. Sementara lahan tersebut adalah area konflik. Harusnya pemerintah bisa menyelesaikan dulu persoalan yang selama ini menghatui masyarakat Riau.
“Kesannya seperti cuci piring saja. Harusnya perusahaan-perusahaan yang menggunakan lahan gambut sebagai area produksi mereka, harus dituntaskan dulu, baru muncul BRG. Kalau seperti ini sama saja tidak. Tatap saja akan habis semua,” sambungnya.
Dia melihat persoalan kerusakan gambut di Riau atau dibeberapa daerah lain, hanyalah sebatas persoalan akibat saja. Maka penyebabnyalah yang harus diperbaiki. Kebijakan yang dikeluarkan itu tidak ubahnya hanya sebatas pengalihan isu secara sistematis. Dengan tujuan, agar publik tidak lagi melihat bahwa ada kerusakan, dan konflik antara perusahaan dan masyarakatpun terabaikan.
“Padahal negara punya kewenangan otoritas untuk itu. Harusnya kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi, lebih kepada pemberian sanksi untuk perusahaan. Ke arah itu yang harus dipertajam,” ujar Elev
Penulis: Melba