BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANABARU – Keluarnya Peraturan Menteri Kuangan (PMK) nomor 235 tahun 2015, tentang konversi jatah Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk surat berharga negara, saat ini menuai penolakan dari sejumlah daerah di Indonesia. Namun demikian mungkinkah kekhawatiran Pemerintah Provinsi Riau akan mengalami masalah dengan pembangunan?
Pemerintah Provinsi Riau mencatat bahwa ada beberapa catatan penting yang perlu dijabarkan terkait kebijakan itu. Selain memberikan pengaruh terhadap keuangan Pemerintah Provinsi Riau, kebijakan Menteri Keuangan itu juga akan memberi efek terhadap pembangunan di Riau. Berikut hasil petikan wawancara bertuahpos.com dengan Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Riau, Masperi:
Apakah dengan dikeluarkannya PMK 235 tahun 2015, juga akan memberi dampak terhadap perlambatan pembangunan di Riau?
Jadi begini, terlebih dahalu saya jelaskan bahwa PMK nomor 235 tahun 2015 itu mengatur tentang lalu lintas keuangan. Ketika DBH dan DAU tidak bisa diharapkan seperti tahun sebelumnya. Kalau tahun sebelumnya itukan per triwulan. Misalnya tahun ini, kita punya target DAU Rp 7 triliun. Dibagi menjadi 4 triwulan. Dapatlah kita misalnya Rp 4 triliun untuk 1 triwulan. Sistem ini yang dihapus dari keluarnya PMK itu.
Selama ini uang Pemerintah Riau menumpuk di perbankan daerah. Bisa dilakukan dalam bentuk desposito dan sebagainya. Dengan munculnya PMK ini, memungkinkan Riau tetap bisa mengatur keuangan daerah? Apakah Pemerintah Daerah akan melakukan perencanaan keuangan kembali?
Memang selama ini keuanga daerah menumpuk di perbankan daerah dengan PMK, artinyakan tidak seperti itu lagi. Tapi nanti akan lebih dihitung secara terperinci, berapa daya serap bulanan kita. Baik untuk pembangunan dan lain sebagainya. Ketika setiap bulan akan mampu menyerap sebesar Rp 2 triliun misalnya. Maka sejumlah anggaran itu yang akan drop ke daerah. Semakin sedikit daya serap daerah, maka semakin sedikit pula anggaran yang dikucurkan ke kita. Misalnya jatah untuk Riau dari anggaran DBH dan BAU itu ada Rp 3 triliun, ternyata daya serapnya hanya Rp 1 triliun, maka sisa anggaran yang Rp 2 triliun itu tidak disimpan di bank daerah. Tapi di pusat.
Untuk pertumbuhan pembangunan daerah apakah kebijakan ini menghambat?
Sebetulnya tidak, sepanjang daerah mampu melakukan perencanaan pembangunan secara matang, termasuk pencapaian target bulanannya. Antisipasinya, harus ada anggaran kas daerah yang signifikan. Ketika itu berjalan, maka tidak akan kemacetan.
Tapi akan menghambat pertumbuhan bank daerah?
Iya…
Walau hanya menedap di perbankan daerah setidaknya anggaran itu masih bisa dialokasikan untuk perekonomian rakyat?
Menurut kita betul seperti itu, tapi menurut pemerintah pusat yang mengeluarkan kebijakan ini, kan tidak demikian
Apakah Pemrov Riau legowo saja?
Bukan legowo. Tapi hal seperti itulah yang harusnya perlu menjadi bahan pertimbangan, untuk memperkirakan kembali capaian realisasi anggaran kita. Itu juga sangat berkaitan dengan situasi nasional. Kemamuan nasional hari ini tidak sama dengan kemampuan nasional ditahun 2013 dan 2014. Ketika itu harga minyak dunia di atas USD 100 per barel. Sekarangkan tidak. Itu persoalannya.
Akan ada pengaturan ualang soal perencanaan keuangan Pemerintah Provinsi Riau?
Tidak. Kita sudah siapkan stateginya. Penerimaan kita tetap, strategi penyerapan anggaran Pemerintah Riau tetap. Tapi kita berharap kemampuan SKPD lagi yang harus ditingkatkan. Harus stabil. Ketika serapan anggaran di SKPD kita “jongkok” maka akan berdampak pada pendapatan kita. (Melba)