BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU– Turunnya harga minyak mentah dunia berimbas pada pemotongan dana bagi hasil minyak bumi dan gas (DBH migas) Provinsi Riau. Tahun ini berdasarkan hasil minyak tahun lalu, dengan harga 60 Dollar per Barrel saja, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) seluruh Riau berkurang Rp 4 triliun.
Otomatis defisit anggaran ini membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau serta 12 kabupaten dan kota se Riau mesti merampingkan anggaran. Padahal APBD 2016 masing-masing daerah sudah diketok palu sejak akhir 2015 lalu.
Dari informasi yang dihimpun, pada tahun ini Pemkab Rokan Hilir (Rohil) melakukan efesiensi anggaran senilai Rp 150 miliar. Sedangkan Penurunan DBH migas mengharuskan Pemkab Siak lakukan efisiensi anggaran APBD 2016, dengan pemangkasan anggaran mencapai Rp483 miliar. Hal yang sama juga terjadi untuk daerah lainnya.
Menurut Pengamat Energi dan Lingkungan Hidup, Kunaifi, ST PgDipEnSt, MSc kepada bertuahpos.com, pengurangan DBH ini merupakan pukulan telak kepada Pemprov Riau yang selama ini mengandalkannya. “Ini merupakan tanda bahwa memang energi fosil tidak lagi menarik. Dan semestinya mereka (Pemprov Riau) sudah bisa memperkirakannya. Dengan semua data yang dimiliki, mereka pasti tahu,” katanya, Kamis (28/01/2016).
Pemangkasan DBH hingga Rp 4 triliun tersebut bagi Kunaifi dampaknya pasti akan terasa sangat besar. Apalagi, Riau yang disebut-sebut negeri minyak masih berkutat dengan persoalan pembenahan infrastruktur.
“Pasti sangat besar pengaruhnya. Pembangunan pasti akan ada dampaknya,” tuturnya.
Namun bagi Kunaifi hal ini ada hikmahnya. Tersadarkan bahwa mengandalkan migas sebagai penopang perekonomian sangat riskan dan rentan apabila harga jual minyak mintah turun drastis. “Bisa jadi ini sebagai petanda dari tuhan. Kalau tidak sadar juga, berarti Pemerintah Riau sudah keterlaluan,” katanya.
Setidaknya masih ada waktu Pemprov memikirkan sektor potensial selain migas. “Misalnya perdagangan, sudah sama-sama diketahui Riau ini merupakan kawasan strategis. Berada di tengah-tengah penghubung dengan daerah Sumatera lainnya. Belum lagi dengan Singapura atau Malaysia sangat dekat jaraknya. Tapi tergantung pemerintah mau atau tidaknya,” kata Kunaifi.
Hal yang terpenting lainnya, kata Kunaifi, Pemprov Riau dan kepala daerah lainnya mesti menyiapkan perencanaan untuk menggarap sektor ekonomi lainnya. Tentu saja tidak sekedar proyek, melainkan benar-benar dirancang untuk jangka panjang.
“Harus by desain. Dan perencanaannya untuk 10 tahun hingga 20 tahun kemudian. Kalau yang selama ini kan tidak, rasanya dibuat-buat, terus diliput media. Tetapi itu hanya sementara dampaknya tidak jangka panjang,” sebut Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suska Riau ini.
Bisa pula dengan langkah meniru daerah-daerah yang minim Sumber Daya Alam (SDA) tetapi perekonomiannya bisa terus tumbuh. “Tidak masalah kita meniru yang sudah ada, ambil yang baiknya dan diadaptasi,” katanya.
Untuk itu diperlukan sinergi baik pemerintah, pengusaha, serta masyarakat, dan akademisi untuk menciptakan sektor ekonomi yang bisa menjadi penopang perekonomian selain migas. “Tentu saja harus by desain. Dengan begitu kedepan, Riau tidak akan terkejut-kejut seperti ini, dan ketar ketir saat DBH dipangkas,” tambahnya. (Riki)