BERTUAHPOS.COM (BPC) – Taat kepada Suami harus didahulukan, dari pada Orang Tua. Al-Qur’an dan sunnah menerangkan, suami memiliki hak yang sangat besar atas istrinya sendiri. Untuk itu istri harus taat kepada suaminya sendiri, melayani dengan baik, dan mendahulukan ketaatan kepada suaminya dari pada orang tua dan saudara-saudara kandungnya sendiri. Bahkan, suami merupakan surga dan nerakanya.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa Ayat 34 yang berbunyi sebagi berikut;
أَمْوَالÙÙ‡Ùمْ Ù…Ùنْ أَنْÙÙŽÙ‚Ùوا وَبÙمَا عْض٠بَ عَلَى بَعْضَهÙمْ اللَّه٠Ùَضَّلَ بÙمَا النÙّسَاء٠عَلَى قَوَّامÙونَ الرÙّجَالÙ
Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.†(QS. Al-Nisa: 34)
Selain itu, berdasarkan hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal bagi wanita untuk puasa sunah, sementara suaminya ada di rumah, kecuali dengan izin suaminya. Dan istri tidak boleh mengizinkan orang lain masuk ke rumahnya kecuali dengan izin suaminya.†(HR. Bukhari 4899 & Muslim 1026).
Sedangkan dari Ibnu Hajar menukil keterangan dari an-Nawawi mengenai hadis ini, bahwa dalam hadis ini terdapat isyarat, bahwa istri tidak boleh memutuskan sendiri dalam memberi izin masuk tamu kedalam rumah, kecuali dengan izin suami. Hal ini dipahami untuk kasus yang dia tidak tahu apakah suami ridha ataukah tidak. Namun jika dia yakin suami ridha dengan keputusannya, tidak menjadi masalah baginya mempersilahkan masuk.(al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 30/125).
Sebagai contoh, tamu yang tidak perlu izin dari suami, tamu dari kerabat suami atau kerabat istri. Mereka bisa dipersilahkan masuk, selama masih mahram dengan istri.
Untuk tamu asing, ketika ada datang tamu asing, bukan keluarga suami maupun istri, sementara suami sedang tidak ada di rumah, istri tidak boleh mengizinkan masuk tamu itu. Jika tamu menyampaikan salam, istri cukup menjawab salamnya dengan pelan dari dalam rumah tanpa membukakan pintu.
Jika tamu menyadari ada penghuni di dalam, dan dia minta izin masuk, cukup sampaikan bahwa suami tidak di rumah dan tidak boleh diizinkan masuk.
Sering terjadi permasalahan orang tua wanita baik bapak maupun ibunya menuntut kepadanya untuk melakukan sesuatu yang berseberangan dengan tuntutan suami. Hal ini menjadi dilema dan masalah berat bagi sebagian wanita. Pada persoalan seperti ini, mana yang harus lebih didahulukan oleh wanita muslimah?
Imam Ahmad rahimaullah berkata tentang wanita yang memiliki suami dan seorang ibu yang sedang sakit: “Ketaatan kepada suaminya lebih wajib atas dirinya dari pada mengurusi ibunya, kecuali jika suaminya mengizinkannya,†(Syarh Muntaha al-Aradat: 3/47)
Dalam kitab al-Insyaf (8/362), “Seorang wanita tidak boleh mentaati kedua orang tuanya untuk berpisah dengan suaminya, tidak pula mengunjunginya dan semisalnya. Bahkan ketaatan kepada suaminya lebih wajib.â€
Apabila ketaatan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya.
Satu hadist dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, menurut sebagian ulama statusnya hasan yang memperkuat hal ini, dari ‘Aisya Radhiyallahu ‘Anha, berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasullallahu ‘Alaihi Wassalam, “Siapakah wanita paling besar haknya atas wanita?†Beliau menjawab : “Suaminya.†Aku bertanya lagi, “Lalu siapa manusia yang paling besar haknya atas laki-laki?†Beliau menjawab, “Ibunya.†(HR. al-Hakim, namun hadist ini didhaifkan oleh Al-Albani dalam Dhaif al-Targhib wa al-Tharib, no.1212)
Dengan begitu, bagi perempuan(istri) haruslah lebih mendahulukan ketaatan kepada suaminya dari pada ketaatan kepada kedua orang tuanya. Akan tetapi, jika keduanya bisa ditunaikan secara sempurna dengan izin suaminya, maka itu yang lebih baik. Wallahu Ta’ala A’lam.(Arie)