BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Berdasarkan Hasil Audit Badan Pemeriksaaan (BPK) tahun 2014 menunjukan ketidakpatuhan Pemerintah Provinsi Riau terhadap peraturan perundang-undangan berdampak pada kerugian Negara sebesar Rp. 2,3 triliun akibat dari 25 temuan BPK.
Berdasarkan rilis yang diterima bertuahpos dari FITRA Provinsi Riau, disebutkan dari angka itu, adanya potensi kerugian sebesar Rp. 69,6 milyar akibat dari 20 temuan. Selain itu, adanya penyimpangan administrasi yang berdampak pada kerugian Negara sebesar Rp. 2,2 triliun akibat dari 5 temuan.
Selain itu, BPK juga melakukan audit kepatuhan terhadap 11 pemerintah Kabupaten/Kota se- Provinsi Riau kecuali Kab. Rohil, ditemukan senilai Rp. 497,1 milyar akibat dari 107 temuan. Dari angka itu, potensi kerugian Negara sebesar Rp. 293,3 milyar dari 71 temuan, kemudian adanya penyimpangan administrasi sebesar Rp. 163,4 milyar akibat dari 17 temuan. Selain itu, adanya kekurangan penerimaan sebesar Rp. 44,9 milyar dari 19 temuan.
Akumulasi dampak kerugian Negara yang disumbangkan pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota se- Riau sebesar Rp. 2,8 triliun akibat dari 132 temuan BPK. Angka itu menunjukan, potensi kerugian Negara sebesar  Rp. 362,9 Milyar akibat dari 92 temuan BPK. Selain itu, ada kekurangan penerimaan mencapai Rp. 44,9 Milyar dengan jumlah persoalan sebanyak 19 temuan dan paling memprihatinkan atas penyimpangan administrasi senilai Rp. 2,4 triliun dari 92 temuan BPK. Presentase dampak kerugian Negara dapat dilihat pada grafik.
Persoalan ketidakpatuhan berdampak pada kerugian Negara paling besar disumbangkan Pemerintah Provinsi Riau sebesar 82%, kemudian Pemerintah kabupaten/kota lainnya sebesar 18%, dengan rincian Kab. Bengkalis dan Kab. Inhil paling tertinggi menyumbangkan kerugian Negara, masing-masing sebesar Rp. 136,5 milyar dan Rp. 121,4 milyar. Kemudian Kab. Siak sebesar Rp. 56,6 M, Kab. Inhu sebesar Rp. 45,1 M, Kab. Rohul sebesar Rp. 46,7 M, Kab. Pelalawan sebesar Rp. 35,1, Kota Pekanbaru sebesar 28,5 M, Kab. Meranti sebesar Rp. 15,1 M, Kab. Kuansing sebesar Rp. 9,7 M, selanjutnya Kota Dumai dan Kab. Kampar paling rendah mengalami kerugian dengan masing-masing sebesar sebesar Rp. 3,7 M dan 3,1 milyar.
Banyaknya temuan BPK menandakan bahwa lemahnya kinerja pemerintah daerah dalam tata kelola keuangan. Untuk Kab. Bengkalis, Inhil, Meranti dan Pelalawan masing-masing terdapat 12 temuan, Kota Dumai dengan 10 temuan, Kab. Inhu, Siak, Kuansing dan kab. Kampar masing-masing dengan 8 temuan dan Kab. Rohul dengan 7 temuan.  Atas dasar temuan BKP pada tahun 2014 terhadap pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kab/Kota se- Riau, BPK RI tetap memberikan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sehingga atas rekomendasi yang diberikan seakan tidak menjadi catatan buruk terhadap kinerja pemerintah daerah dan hanya Kota Dumai, Kota Pekanbaru, Kab. Inhil, Kab. Inhu dan Kab. Kampar mendapatkan penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Terhadap pemerintah daerah berdampak merugikan Negara, menandakan bahwa kinerja pemerintah daerah sangat buruk, beberapa persoalan menjadi temuan BPK seperti;  kegiatan pemerintah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan/fiktif, kelebihan bayar pada setiap kegiatan dan kekurangan volume atas pengerjaaan fisik, sisa kegiatan terlambat disetorkan, kegiatan yang belum dipertanggungjawabkan dan potensi penerimaan yang tidak dibuat payung hukum serta bantuan hibah secara berturut-turut dalam 3 tahunan. Akan tetapi, sampai saat ini atas kesalahan tersebut belum dilakukan perbaikan oleh pemerintah daerah, tampak pada postur anggaran tahun 2015 yang hampir sama dengan tahun sebelumnya, sangat berpotensi mengalami kerugian Negara.
Selain itu, temuan BPK yang paling mengejutkan yaitu hampir seluruh pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota ditemukan permasalahan pada sektor hibah yang berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp. 195,8 miliyar, kecuali Kabupaten Kuansing tidak ditemukan persoalan hibah. Angka itu sudah termasuk dalam total Rp. 2,8 Triliun ketidakpatuhan terhadap Undang-undang. Berdasarkah catatan BPK dalam dua tahun terakhir (2013-2014) atas kesalahan terhadap tata kelola keuangan ditemukan berulangkali seperti persoalan hibah, artinya pemerintah tidak pernah mendapat sanksi tegas dan sama sekali tidak mematuhi apa yang menjadi catatan BPK,  sehingga kalimat penjelas yang diberikan BPK tidak menjadi acuan pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan. “FITRA membuat dan menyampaikan kajian untuk keperluan transparansi dan akuntabilitas public,†ujar Koordinator FITRA Provinsi Riau Usman dalam rilisnya kepada bertuapos.(*)