BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Kasi Promosi dan Perdagangan Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Rusdi, menyebutkan bahwa dari pantauan pekan lalu, pelemahan dollar AS memicu kenaikan mata uang di Asia termasuk rupiah dan ringgit.
Apresiasi penguatan mata uang ini menyebabkan harga komoditas yang diperdagangkan dalam mata uang tersebut menjadi relatif lebih mahal bagi para pembeli luar negeri. “Dampaknya, permintaannya turun tajam,” katanya.
Dia menambahkan harga rata-rata CPO sepanjang bulan September berada di angka 539,3 dollar AS per metric ton. Harga rata-rata tersebut turun sebesar 2,3 persen dibandingkan bulan Agustus sebelumnya. Terpuruknya harga CPO belum mampu menarik para pembeli untuk melakukan pembelian.
Untuk mengatur harga CPO, Indonesia dan Malaysia, dua negara penghasil sawit terbesar di dunia, memulai inisiatif membentuk Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOP). Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Malaysia mengumumkan pembentukan Dewan Negara Produsen Minyak Sawit di Istana Bogor.
Kata Rusdi, kerja sama yang disetujui dua negara penghasil 86 persen produksi CPO dunia tersebut, termasuk pembentukan zona ekonomi hijau bagi industri minyak sawit mentah dan penyusunan standar global CPO. PM Najib menyambut baik perwujudan kerja sama sawit Indonesia dan Malaysia, berharap eksekusinya segera direalisasikan.
“Pelemahan harga CPO yang terjadi merupakan bukti belum kuatnya daya saing CPO meskipun terjadi kenaikan impor dari India. Pada bulan September lalu impor CPO dari Negara tersebut mengalami kenaikan tajam sebesar 15 persen menjadi 800 ribu ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujarnya. (Melba)