Cerpen (SB) – “Pergilah, tapi Abang harus janji akan pulang.†Itu kalimat terakhir yang kudengar dari bibir manisnya beberapa tahun yang lalu. Namanya Anita, dan dia kekasihku.
Dulu sewaktu masih di kampung, aku dan Anita hampir setiap sore menghabiskan waktu bersama. Banyak hal yang kami lakukan. Bernyanyi dengan petikan gitar yang kumainkan, tertawa dan bersenda-gurau. Terkadang membuat lelucon-lelucon aneh. Tak jarang pula kami menghayal tentang kehidupan kami di masa yang akan datang. Anita ingin mempunyai dua orang anak dariku, sedangkan aku ingin memiliki empat orang anak darinya. Jika sudah menghayal seperti itu, Anita selalu merebahkan kepalanya di pundakku. Aku rindu masa-masa bersamanya.
Namun, yang tidak pernah kami lewatkan setiap sore adalah memperhatikan tingkah pasangan burung enggang yang bersarang di pohon besar di sisi kiri rumah Anita yang berjarak sekitar 200 meter.
Pernah Anita berkata padaku, “Bang, lihat enggang-enggang jantan itu. Begitu setia pada betinanya, selalu mengantar dan memberi makan ketika sang betina mengerami telur-telur mereka.†Aku hanya tersenyum sembari memandangi tingkah beberapa pasang enggang yang bersarang di pohon besar itu.
“Bang, aku ingin abang selalu setia, abang janji ya?†Anita memandangku dalam, aku hanya bisa tersenyum, mengangguk, dan berusaha meyakinkannya. Selengkapnya baca disastra bertuah.
Â