BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Bangunan tua yang terbuat dari bata berukuran panjang, berdiri kokoh di Desa Muara Takus Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Bangunan itu sudah berusia ratusan tahun.
Bentuknya menyerupai istana kerajaan tempo dulu, jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Hampir semua masyarakat Riau mengenal bagunan itu sebagai salah satu situs cagar budaya kerajaan Sriwijaya. Candi Muara Takus namanya.
Candi Muara Takus merupakan komplek candi terbesar di Pulau Sumatera. Konon diyakini bahwa candi ini adalah peninggalan agama Budha. Jarak kompleks Candi Muara Takus dengan Pusat Desa Muara Takus kurang lebih 2,5 kilo meter, dekat pinggir sungai Kampar Kanan. Untuk menuju Desa Muara Takus dapat ditempuh dengan jalur darat, lama perjalanan kurang lebih 2 jam dari Pekanbaru, Riau
Ada pemandangan lain saat tiba diluar komplek cagar budaya, yang katanya dinaungi oleh pemerintah ini. Tercium aroma tidak sedap. Aroma tersebut muncul dari kotoran kerbau yang berserakan di sekitar komplek candi.
“Agak jorok gitu lah,” ujar Umi Rofiah, salah seorang warga yang tinggal tidak jauh dari komplek Candi Muara Takus. “Kalau sampah tak terlalu banyak. Yang banyak kotoran itu kerbau,” tambahnya.
Selain kenyamanan di area candi terganggu, akses jalan menuju ke cagar budaya ini rusak. Hampir sepanjang perjalanan dijumpai jalan berlubang, menganga dibeberapa ruas jalan. Kata Umi, saat ini kondisi jalan menuju Candi Muara Takus ini cukup parah. “Kurang tahu berapa kilometer hancurnya. Bertumpuk-tumpuk gitu,” katanya.
Di luar areal Candi Muara Takus, terdapat tembok yang mengelilingi kompleks candi sampai ke pinggir sungai Kampar Kanan. Tembok ini terbuat dari tanah. Di dalam pagar luar ini terdapat lagi tembok yang mengelilingi Kompleks Candi Muara Takus dengan tinggi sekitar 60 cm dari permukaan tanah.
Seluruh bangunan di dalam mau pun di luar kompleks Candi Muara Takus terbuat dari batu bata merah yang berbentuk persegi panjang pipih. Dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa batu bata merah itu berasal dari tanah galian di Desa Pongkai.
Desa pongkai adalah sebuah desa kecil yang berada di sebelah hilir Komplek Candi Muara Takus. Nama Desa Pongkai berasal dari bahasa Cina yaitu Pong artinya tanah dan Kai berarti galian. Untuk membawa batu bata dari Desa Pongkai ke tempat pembangunan candi dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan.
Menurut Syaiful, Salah seorang pengunjung, kebenaran cerita ini memang belum bisa dapat dipastikan. Namun setidaknya menggambarkan bahwa pembangunan Candi Muara Takus dilakukan secara bergotong royong oleh masyarakat.
Di dalam kompleks terdapat 6 gugusan candi, Diantaranya Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, Palangka dan dua buah bangunan lain yang diperkirakan merupakan tempat pembakaran tulang manusia. sementara di bagian luar terdapat pula beberapa bekas bangunan yang sampai saat ini belum dapat dipastikan jenis bangunan dan kegunaannya pada masa itu.
Syaiful pernah baca buku Promosi Pariwisata yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata setempat, pada tahun 2012. Dalam buku itu menyebutkan bahwa bangunan candi ini merupakan peninggalan agama Budha. Itu dapat dibuktikan dengan adanya stupa yang merupakan lambang Budha dan juga terbukti dari teras-teras candi Muara Takus yang mirip dengan Candi Borobudur.
Secara rinci, Kompleks Candi Muara Takus terdapat beberapa bangunan. Bangunan paling besar namanya Sandi Tua. Bangunan ini memiliki sisi sebanyak 36 buah. Kemudian ada Candi Bungsu, candi ini memiliki ukuran yang lebih kecil dari candi tua. Namun setelah dipugar pada tahun 1990, tinggi Candi Bungsu bertambah.
Nama bangunan selanjutnya adalah Candi Mahligai. Bangunan ini memiliki pondasi bujur sangkar. Di atas pondasinya erdapat pondamen bersegi delapan (astokoma) yang memiliki 28 sisi. Di atas pondasi berdiri sebuah menara setinggi kurang lebih 14,30 meter
Sementara Palangka adalah bangunan candi lainnya yang sempat dipugar dipugar pada tahun 1987 dan selesai pada tahun 1989. Terdapat 2 bagunan lagi pada Palangka. Bangunan pertama ditaksir sebagai tempat pembakaran Mayat. Sedangkan bangunan kedua diperkirakan sebagai Candi, namun tidak diketahui nama dan bentuk utuhnya.
Menurut Syaiful, cerita tentang Candi Muara takus sangat tidak populer, jika dibandingkan dengan kisah-kisah peninggalan kerajaan di pulau jawa tau ditempat lainnya.
Tidak sedikit pengunjung yang pernah ke sini menyebutkan bahwa kebersihan, atau perawatan cagar budaya ini tidak maksimal.”Kebersihannya kurang terjaga, banyak pengunjung di buang sembarangan,” kata Syaiful
Padahal, Candi Muara Takus Punya daya tarik luar biasa. Satu-satunya candi yang ada di Provinsi Riau dari penginggalan Kerajaan Sriwijaya. Tidak hanya itu, fasilitas penunjang seperti toilet masih kurang terjaga. Demikian juga dengan fasilitas umum lainnya yang biasa digunakan untuk wisatawan. Juga tidak banyak yang tahu, bahwa setiap hari besar agama Budha banyak wisatawan dari luar negeri datang beribadah ke tempat ini. Minsal dari Tibet dan Thailand.
“Itu juga tertulis dalam buku promosi pariwisata tahun 2012, yang ditulis pemerintah setempat,” tambahnya. “Satu lagi, di pinggir sungai dekat candi tersebut ada sumur tua yang konon katanya tempat itu adalah pemandian putri-putri kerajaan.”
Menurut cerita Saiful, Daya tarik lainnya, tempat ini juga sering dijadikan sebagai objek penelitian. Sebab kabar yang beredar tenpat ini adalah pusatnya kerajaan Sriwijaya. Tapi memang belum ada bukti kuat ditemukan.
“Buat apa Pemrintah setmpat selalu mnguggulkan pariwisata muara takus. Tapi tidak pernah serius menjaga. Paling kurang ada akses jalan bagus menju candi. Selain lokasi jauh kedalam. Aspalnya banyak yang sudah rusak dan berbatu,” sambunya.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten setempat baru-baru ini merilis, bahwa Pemerintah Provinsi Riau tahun ini menganggarkan Rp16,9 miliar untuk pemugaran Candi Muara Takus. Tujuannya untuk memikat para wisatawan yang berkunjung ke daerah itu sebagai salah satu destinasi wisata yang ada di Riau.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Said Syarifudin menjelaskan, pemugaran ini untuk memelihara situs budaya yang selama ini penuh dengan sejarah. Selain itu untuk mendukung program Kabupaten Kampar yang ingin menjadikan daerahnya sebagai destinasi wisata.
“Kampar itu banyak potensi wisata, diantaranya situs peninggalan Candi Muara Takus. Ini harus dilestarikan dan ini sebagai dukungan dari Pemerintah Provinsi Riau dalam melestarikan situs budaya,” katanya.
Dia menyebutkan, beberapa waktu lalu, Anggota Komisi E DPRD Riau juga telah kunjungi Candi Muara Takus dan mereka memastikan pengerjaan proyek pemugaran yang telah dianggarkan Rp16,9 miliar tersebut.
Nasib Candi Muara Takus, bisa saja berubah jika rencana pemugaran ini betul-betul direalisasikan dengan benar. Harapan masyarakat setempat dan pengunjung selama bertahun-tahun akat terwujud. Namun jika ini hanya sebatas wacana, maka tidak hanya Candi Muara Takus, sejumlah situs cagar budaya dan ojek wisata lain di Riau, hanya akan tinggal nama. (melba)