BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Pemerintah untuk menerapkan terlebih dahulu PP 71 tentang tahun 2014 tentang pengelolaan lahan gambut. Setelah itu baru dievaluasi di mana kekurangannya.
Â
Koordinator Jikalahari, Muslim Rasyid menyebutkan, setelah PP ini diterapkan, maka bisa sama-sama dilihat apakah jenis tanaman HTI dan sawit bisa tumbuh atau tidak.
Â
“Kalau perusahaannya tidak mampu, artinya bisnis ini memang tidak cocok kalau di lahan gambut,” ujarnya, Rabu (08/04/2015).
Â
PP 71 yang ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di tahun 2014 ini mengatur ketinggian air 0,4 meter dari permukaan gambut. Dengan PP ini maka perusahaan yang terlalnjur mengelola lahan gambut, diminta untuk menjalankan peraturan ini dengan menjaga kadar ketinggian air tersebut dilahan operasionalnya.
Â
Namun sawit dan hutan tanaman industri, seperti akasia tidak akan bertahan hidup pada ketinggian kadar air tersebut. Sebab itulah sejumlah perusahaan sawit dan HTI di Riau juga ikut mendesak pemerintah untuk segera merevisi peraturan tersebut, dengan pertimbangan perekonomian dan lapangan kerja.
Â
Menurut Muslim, hal ini bukan alasan serta merta peraturan tersebut bisa direvisi begitu saja. Sementara penerapannya belum dilaksanakan.Â
Â
“Kalau kita sekarang justru lebih memperkuat itu. Kalau PP ini direvisi bukan solusi namanya. Kalau kita malah meminta kadar airnya ditingkatkan lagi. Normalnya untuk lahan gambut itu 0,2 meter,” sambungnya.
Â
Dia menambahkan, hanya ada 2 pilihan bagi pemerintah dalam menyikapi hal ini. Jika direvisi maka bencana kabut asap di Riau akan terus berlangsung. Atau jika PP ini dijalankan, Â perusahaan memikirkan teknologi baru, bagaimana tanaman mereka tetap hidup dan bisa berproduksi.
Â
“Sederhana saja. Kalau tidak cocok di tanah gambut, pilihlah tanah mineral untuk menjalankan bisnisnya,” kata Muslim.
Â
Menurutnya, keluarnya PP 71 ini adalah kebijakan yang sangat kompromi. Pemerintah harus bisa menjalankan peraturan tersebut. Kalau bisa kriterianya bahkan harus diperkuat lagi.Â
Â
Dengan kata lain ini adalah peraturan yang mendesak dan harus segera diimplementasikan. “Bagi perusahaan yang tidak mampu menyesuaikan diri. Mereka harus siap-siap berpindak ke area yang cocok untuk perkebunan mereka,” sambugnya.
Â
17 tahun bencana kabut asap di Riau adalah bukti nyata bahwa ekploitasi sawit dan HTI di lahan gabut gagal diimplementasikan sebagaimana mestinya. (melba)