BERTUAHPOS.COM – Maulana Yusran, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), mengungkapkan bahwa meskipun tingkat okupansi hotel mulai meningkat, tarif sewa hotel masih sulit untuk dinaikkan.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia pada Selasa, 23 Januari 2024, Maulana menjelaskan kompleksitas hubungan antara okupansi dan pendapatan hotel.
“Kenapa seperti itu? Karena kadang-kadang kita melihat yang namanya peningkatan okupansi itu bisa terjadi. Harga hotel itu kan dinamis. Itu dia mengikuti tingkat okupansi setiap harinya, setiap jam, dan setiap menitnya itu akan beriringan ke situ. Jadi semakin rendah okupansinya, maka harganya juga akan mengikuti turun, dan semakin tinggi tingkat okupansi pada saat itu harganya akan kembali ke published rate atau jadi meningkat. Itu lah yang ada di hotel,” jelas Maulana.
Sementara rata-rata rate kamar hotel masih di bawah 20% dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 atau sebelum tahun 2020.
Ketua PHRI menyatakan bahwa okupansi riil belum pulih sepenuhnya, dan okupansi hotel secara nasional masih mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2019.
Maulana menyoroti bahwa pergeseran pasar terjadi, terutama di daerah Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur, dan Pulau Jawa yang mengalami pertumbuhan okupansi.
Namun, Bali tetap segmented, dengan beberapa daerah mengalami peningkatan sementara daerah lain masih rendah.
“Jadi belum semua daerah. Masih banyak daerah yang belum mengalami recovery okupansi, termasuk di Bali itu sendiri. Bali itu segmented, di daerah mana yang mungkin meningkat, namun di daerah mana yang masih rendah. Tapi kalau ditotal, kelihatannya sepertinya sudah recover. Jadi ada pergeseran pasar, karena pasar pemerintah sedang fokus ke sana (Kalimantan), jadi bergeser,” ujarnya.
Kontribusi kegiatan pemerintah dinilai sebagai penopang besar okupansi di sektor akomodasi, mencapai di atas 40%, bahkan 50%-60%. Pergeseran fokus pemerintah mempengaruhi tarif hotel secara signifikan.
Dari sisi kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), Maulana menegaskan bahwa pada tahun 2023 kunjungan wisman masih belum sepenuhnya pulih seperti pada tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19.
“Kalau nggak salah tembus di angka 10 juta gitu kan, sementara wisman yang sebelum Covid itu kan 16 juta orang. Berarti kan masih ada yang kurang di dalam situ,” ucapnya.
Dengan pasar pariwisata yang belum sepenuhnya pulih, pendapatan di industri hotel masih rendah dan masih mengandalkan kegiatan pemerintah sebagai penopang terbesar.