Digitalisasi buah hasil dari gagasan yang diracik dengan kreativitas dan inovasi. Ini lah cerita Syaipul Bahri. Dari tangannya, tablet usang menjadi benda ‘ajaib’, pelopor ujian digital di desa terpencil.
Oleh: Melba Ferry Fadly
Sebagai abdi negara, Syaipul Bahri tak pernah meminta untuk di tempatkan di Desa Bandul, Kecamatan Tasik Putri Puyu, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Sebuah desa di bilangan terluar, kecil dan terpencil. Dari ibu kota Provinsi Riau, butuh waktu sekitar tujuh jam lebih untuk tiba di sana. Itu pun harus menempuh rute perjalanan laut dan darat yang melelahkan.
Secara administratif, Kecamatan Tasik Putri Puyu berhadapan langsung dengan Selat Malaka di sebelah timurnya. Di bagian utara, bersempadan dengan Kabupaten Bengkalis. Bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Merbau, dan bagian barat bersebelahan dengan Kabupaten Siak dan Bengkalis.
Dengan luas sekitar 847.540 kilometer per segi, ada 10 desa yang masuk dalam wilayah administrasi kecamatan ini. Jumlah penduduknya sekira 17.919 jiwa. Desa Bandul adalah ibu kota kecamatannya (situs resmi merantikab.go.id). Ipul, sapaan akrab Syapul Bahri, adalah guru di SD Negeri 14 di desa ini.
Bukan cuma jarak dan akses yang sulit, fasilitas pendukung jaringan internet belum sepenuhnya ada. Paling di beberapa sudut sekolah. Samping jendela di kelasnya, jadi tempat terbaik untuk berselancar ke dunia maya.
Kondisi ini lah yang menurut Ipul, sapaan akrabnya, banyak ASN takut jika mereka ditempatkan di Desa ini. “Karena letaknya jauh dan aksesnya sulit, internetnya susah,” ujarnya sambil tertawa, saat berbincang dengan Bertuahpos.com, pada awal Agustus 2023 lalu.
Tercetusnya Ujian Sekolah Berbasis Digital
Lulus jadi guru PNS tahun 2019, Ipul ditempatkan di SD Negeri 14 Bandul. Satu hal yang dia sadari, bahwa perhatian pemerintah pusat ke daerah terpencil dan terdepan, sangat tinggi. “Kadang-kadang saya sedih sendiri kalau cerita soal ini,” katanya.
Di tahun yang sama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, (Kemendikbud, sekarang Kemendikbud Ristek), meluncurkan program digitalisasi sekolah. Sejumlah sarana penunjang berbentuk perangkat teknologi diberikan ke sekolah-sekolah (SD, SMP, SMA/SMK), khususnya di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T), yakni berupa PC, laptop, LCD, router, eksternal hard disk, komputer tablet. Termasuk SD Negeri 14, tempat kini Ipul mengajar.
“Jadi, di sekolah tempat saya mengajar dapat bantuan sebanyak 26 tablet dari pemerintah,” katanya membuka cerita.
Namun, sangat disayangkan, perangkat itu hanya dibiarkan begitu saja, tak termanfaatkan sebagaimana mestinya. Bahkan, beberapa sudah rusak.
Di suatu ketika, Ipul ikut program Pendidikan Profesi Guru di Universitas Bengkulu, secara daring. Dia diberi pencerahan tentang Technological Pedagogical And Content Knowledge (TPACK), alternatif yang dapat dijadikan acuan bagi praktisi pendidikan, untuk mengembangkan model baru dalam proses pembelajaran ke siswa didik.
Salah seorang mentor pelatihan itu—yang dia sebut ‘profesor muda’—memberikan gambaran tentang pemanfaatan media elektronik (smartphone, tablet, PC) sebagai sarana pendukung proses belajar mengajar di kelas.
Salah satu materi yang begitu menarik perhatian Ipul, yakni tentang technology knowledge yang menjelaskan tentang dasar-dasar teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembelajaran. Contohnya, pemanfaatan software, program animasi, internet akses, model molekul, laboratorium virtual dan lain-lain.
Untuk bisa menjawab ini, guru perlu menguasai dalam pemrosesan informasi, berkomunikasi dengan TIK dalam proses belajar mengajar. Maka diperlukan pengetahuan dasar, pengetahuan teknologi serta terampil dalam menggunakannya. Bahkan, penguasaan teknologi merupakan tuntutan siswa abad-21 (Jordan, K. 2011). Contoh: google drive, onenote, chemdraw, chemsketch, prezzi edmodo, youtube, Ulead, Windows movie maker, avidemux, jmol, hyperchem, chemtool, bkchem, lectora, moodle, dokeos, ATutor, internet, laptop, LCD, video, power point.
Namun, kata Ipul, apa yang dipahaminya dari materi itu, belum sepenuhnya mampu memberikan gambaran, harus di-apakan tablet di sekolahnya itu. Apalagi, latar belakangnya sebagai sarjana pendidikan. Saat kuliah di Universitas Terbuka (UT), di Pekanbaru, belajar teknologi hanya sebatas kulit saja. Masih amat awam dengan IT dan digitalisasi.
“Saya berpikir keras. Bolak balik buka materi itu lagi. Apa yang bisa dibuat dengan tablet ini?,” pertanyaan yang selalu muncul di benak Ipul. Hingga di tahun 2021, terlintaslah sebuah ide untuk menjadikan tablet itu sebagai media utama dalam pelaksanaan ujian sekolah. Ipul mengulang kembali materi-materi yang pernah didapatnya saat pelatihan itu.
Dia mulai menyusun beberapa outline untuk proyek kecilnya ini. Mencari tahu bagaimana sistem digitalisasi bekerja, hingga pemanfaatan banyak platform dan aplikasi di internet, untuk kebutuhan belajar mengajar. Upaya keras itu pun mengarahkannya pada google form. Setelah beberapa kali dicoba, Ipul merasa cocok dan akan memanfaatkan aplikasi itu untuk membuat soal-soal ujian.
Setelah disusun sedemikian rupa, masalah belum selesai sampai di sini. Ipul kelimpungan untuk mendistribusikan link soal ujian itu ke para siswanya. “Waktu itu, ada dua cara yang terpikir oleh saya. Pertama, link soal ini bisa dikirim via email. Tapi saya harus bikin email satu-satu sebanyak jumlah siswa yang akan ikut ujian di kelas saya.”
Cara kedua, link soal ujian ini bisa didistribusikan lewat WhatsApp (WA). Tapi dia harus membuat dan login ke akun WA masing-masing siswa dengan cara manual. Belum lagi tak semua siswa punya smartphone. Artinya, kedua cara ini sangat sulit untuk diterapkan.
Ide Saiful tak kandas sampai di situ. Secara bertahap, dia tekun belajar lewat internet, bagaimana cara membuat QR code. Setelah melewati proses panjang dan beberapa kali gagal, guru sekolah dasar ini pun, berhasil membuat QR code yang di dalamnya tertanam link soal ujian.
Untuk menarik perhatian siswanya, dia membuat sebuah kartu ujian mini. Kartu kecil ini didesain sedemikian rupa lengkap dengan animasi 2 dimensi, yang juga tertera gambar QR Code-nya. Satu kartu ujian, untuk satu mata pelajaran.
Tibalah di hari ujian, sekaligus menjadi ujian percobaan pertama yang dilakukan secara digital. Karena akses internet masih sulit, Ipul menyalakan tethering (hotspot) lewat gawai pintarnya, lalu diletakkan di atas ventilasi jendela kelas. “Karena hanya di spot ini jaringan internet bisa tertangkap dengan baik,” ungkapnya.
Saat itu, para siswa bingung. “Pak, kita ujian macam apa ini? Kertas soalnya mana?” ujar Ipul menirukan pertanyaan salah seorang siswanya kala itu.
Tanpa menjawab apapun, mulailah Ipul menyerahkan tablet satu per satu. Lewat instruksinya, siswa diarahkan untuk menyalakan WIFI. Lalu QR Code di kartu ujian yang ditampilkan di papan tulis lewat layar proyektor, discane. Seketika itu pula munculnya daftar soal ujian lengkap dengan kolom jawabannya..
“Mereka kaget. Tapi sangat senang. Murid-murid saya tak pernah menyangka, bersekolah di desa kecil, tapi bisa ikut ujian secanggih ini,” ujar pria kelahiran Karimun, Kepri, 30 Juli 1991 itu, mengenang ekspresi para siswanya, saat pertama kali ujian secara digital.
Menurut Ipul, ada beberapa keuntungan yang didapat dalam penerapan ujian berbasis digital. Sekolah tak perlu keluar uang untuk beli kertas. Selain itu, praktis, sudah pasti. Guru tak perlu bikin kunci jawaban dan tak lagi mengoreksi jawaban siswa secara manual. Karena sudah ter-sistem secara otomatis. “Maka semuanya menjadi lebih efisien,” ungkapnya.
“Semua siswa saya jadi fokus saat ujian, karena mereka senang bisa mengoperasikan tablet. Bahkan, tak sempat mereka noleh kiri, kanan,” sambungnya.
Saat siswa menyelesaikan semua soal ujiannya, mereka hanya perlu menekan perintah ‘kirim’. Secara otomatis semua jawaban yang sudah diisi masuk ke sistem aplikasi, lengkap dengan nilainya. Lewat layar proyektor itu juga ditampilkan beberapa indikator hasil ujian yang belum memenuhi nilai standar.
“Setelah mereka melihat nilai dari hasil ujiannya, saya bilang, ‘silahkan remedial langsung, Nak. Tak perlu tunggu besok-besok’,” ujar Ipul.
Pola ujian berbasis digital yang digagas Ipul, kian jadi buah bibir orang-orang di sekolah, hingga sampai ke telinga Azman. Dia pengawas sekolah dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Azman yang ketika itu penasaran melihat langsung proses ujian di kelas Ipul. Dia juga mempelajari bagaimana metode dan cara kerjanya.
“Pul, ini tak bisa cuma habis di sini saja. Sekolah lain harus tahu,” katanya ke Ipul.
“Saya bukan ahli teknologi, Pak Azman. Saya cuma menerapkan sedikit apa yang saya bisa saja, daripada tablet itu tak terpakai,” sahut Ipul.
“Tapi ini lah yang dimaksud praktik baik, Pul. Apa yang awak (kamu bahasa Melayu) buat ini, harus ditularkan ke sekolah lain. Paling tidak untuk sekolah di Kecamatan Tasik Putri Puyu,” tegas Azman.
Ipul mengaku tak pernah menyangka, ujian digital yang dicetusnya, mendapat respon yang begitu besar dari pengawas sekolah. Mereka kemudian membahas beberapa hal teknis, agar ujian digital bisa diterapkan di banyak sekolah di daerah mereka.
Selanjutnya, SD Negeri 14 Bandul, menjadi inisiator sebuah pelatihan untuk menularkan praktik baik kepada guru-guru di sekolah lain. Masih di tahun yang sama (2021), ujian digital diterapkan di semua sekolah di Kecamatan Tasik Putri Puyu.
Di tahun 2022, praktik baik ini mulai menyebar lebih luas. Sebagian sekolah di daerah Tebing Tinggi (masih di Kabupaten Kepulauan Meranti) juga menerapkan ujian berbasis digital. Seiring dengan gencarnya kegiatan pelatihan yang digelar untuk para guru kelas, ujian digital kini sudah diterapkan di sebagian besar sekolah di Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Pelalawan, Riau.
“Alhamdulillah, sekarang kami di sini, sudah dapat bantuan mobile tower. Jaringan internet jadi lebih mudah. Saat ini—selain 26 tablet itu—kami juga dapat bantuan sebanyak 15 chromebook dari pemerintah,” ujar Ipul mengakhiri ceritanya.
Ibarat kata pepatah, ‘alam terkembang menjadi guru’. Maka belajar itu, hakikatnya tak terbatas ruang dan waktu. Syaiful Bahri memegang petuah ini sebagai prinsip hidupnya.
Ujian Digital Jadi Stimulus untuk Membuka Cakrawala Guru dan Siswa
Bertuahpos.com dapat kesempatan untuk kembali berbicara dengan Ipul, pada Rabu, 18 Oktober 2023, melalui sambungan seluler. Kebetulan sedang jam istirahat. Setelah berbincang dengan Ipul, dia mempersilahkan Bertuahpos.com untuk berbicara dengan Maulana Aidil Akbar, yang tak lain adalah siswa di kelasnya.
Maulana mengakui, ujian menjadi momentum paling ditunggu-tunggu olehnya dan teman-teman sekelasnya, karena di situlah waktu mereka untuk berinteraksi langsung dengan digital.
“Bagi saya, lebih mudah ujian digital daripada manual,” kata Maulana Aidil Akbar, salah seorang siswa SD Negeri 14 Bandul, yang tak lain adalah murid Ipul. “Kalau ujian digital tak bikin lelah. Mudah. Tinggal tekan-tekan saja. Kalau ada soal esai juga bisa langsung diketik, lalu kirim. Nilai ujian langsung keluar,” ujarnya.
Maulana, tergolong siswa yang sudah terbiasa mengoperasikan gawai. Di rumah, dia sering otak-atik berbagi aplikasi di smartphone orang tuanya. Maka, saat berhadapan dengan ujian digital, dia sudah tak gagap. “Sampai sekarang, kami masih ujian digital,” ucap siswa kelas 6 SD itu.
Selain itu, dia termasuk siswa yang berliterasi ihwal dampak baik dan buruk dari digitalisasi. Meski tinggal jauh dari hiruk pikuk dan derasnya arus informasi, seperti di ibu kota, Maulana sadar bahwa digitalisasi sejatinya untuk mempermudah, bukan menambah masalah.
Dia dan teman-teman sekelasnya, semakin paham bagaimana teknologi bekerja dengan segala ‘keajaibannya’. “Digital tak boleh disalahgunakan, tapi harus kita manfaatkan,” tuturnya.
Selain berbicara dengan Maulana, Ipul juga menyerahkan smartphone miliknya Aswar, yang tak lain adalah Kepala Sekolah SD Negeri 14 Bandul. Aswar mengakui, bahwa praktik baik yang ditularkan Ipul, telah dirasakan manfaatnya secara langsung oleh sekolah dan para guru. Bahkan, di hampir sebagian besar di Kepulauan Meranti. Tablet ‘usang’ tak cuma jadi pelopor hadirnya ujian digital. Tapi jadi pelopor sistem pembelajaran berbasis digital lainnya di sekolah ini.
“Sejak saat itu, sekolah kami sudah full WIFI, Meskipun kadang-kadang jaringan internet putus nyambung, karena faktor cuaca buruk. Kalau jaringan lagi buruk, guru-guru tinggal menyalakan tethering di HP masing-masing saat mengajar atau ujian,” ujarnya.
Saat ini, beberapa mata pelajaran di SD Negeri 14 Bandul, sudah diintegrasikan secara digital. Matematika misalnya, “Untuk membuat diagram, sekarang kami sudah pakai chromebook,” kata Aswar.
Setelah merasakan dampak positif dari praktik baik itu, Aswar berharap pemerintah tak berhenti menyalurkan berbagai bantuan fasilitas penunjang untuk mempermudah proses belajar mengajar secara digital. Baginya, dari apa yang sudah dilakukan Ipul, telah dirasakan manfaatnya di sekolah-sekolah lain, khususnya di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Pelalawan.
Secara tak langsung, praktik baik ini telah membuka cakrawala para guru dan siswa pada umumnya. Aswar percaya, sektor pendidikan akan lebih mudah bangkit, jika berdampingan dengan teknologi digitalisasi.
“Apa yang dilakukan Ipul, kini bukan cuma sekolah kami yang merasakan manfaatnya, tapi sudah banyak sekolah-sekolah lain mengadopsi sistem ini dan turut merasakan manfaatnya. Kreativitas dan inovasi seperti ini kami harap juga muncul dari Ipul-Ipul lain di luar sana,” tutur Aswar memberi kesan.
Digitalisasi dan Mutu Pendidikan, Seiring Sejalan
Di era 4.0, semua sektor seolah ‘dicambuk’ untuk melek digital. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa pandemi Covid-19, telah menjadi ‘tali karet’ yang menarik paksa sektor pendidikan di Indonesia untuk tak gagap digital. Dari sini tercetus banyak sekali inovasi.
“Hikmahnya, seperti yang dirasakan anak-anak kita di sekolah saat ini,” kata praktisi digital di Riau, Maryo SAP, dalam sebuah sesi diskusi dengan Bertuahpos.com, di Pekanbaru, pertengahan Oktober 2023.
Dia berpandangan, setidaknya perlu tiga hal dasar wajib ada dalam menunjang digitalisasi pembelajaran siswa di sekolah. Pertama, infrastruktur di ruang kelas, seperti perangkat teknologinya.
Kedua, sarana penunjangnya, seperti listrik dan akses internet yang lebih mudah. Ketiga, sumber daya manusianya. Guru harus lebih cakap dalam hal mengoperasikan perangkat-perangkat teknologi.
“Sehingga, lingkungan kelas bukan hanya sebatas ruang persegi empat yang selama ini membosankan bagi guru dan siswa. Guru lebih mudah untuk mengakses informasi materi, serta lebih variatif,” katanya.
“Hal Ini akan menjadikan proses belajar mengajar jauh lebih menarik. Siswa juga bisa ikut berpartisipasi dalam proses edukasi secara dinamis lewat berbagai pola yang diadaptasi dari perangkat teknologinya,” tutur alumni Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Suska Riau ini.
Menurutnya, teknologi dalam dunia pendidikan (e-learning), untuk memperlancar proses pembelajaran. Tentulah akan berdampak positif dalam proses belajar mengajar di suatu sekolah.
Maryo menegaskan, pada dasarnya ada dua faktor penting yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Pertama, faktor internal. Minat belajar siswa memiliki korelasi yang kuat terhadap hasil pembelajarannya.
Kedua, faktor eksternal. Proses belajar mengajar yang hanya terpaku pada guru dan buku itu sangat membosankan. Maka perlu dihadirkan teknologi di ruang kelas. Inovasi pembelajaran dapat dilakukan dengan membawa konsep digital dalam mata pelajaran.
Pembelajaran berbasis teknologi akan membuat tampilan dan gaya belajar lebih menarik, sehingga siswa terhindar dari rasa jenuh dan bosan.
Berangkat dari cerita Syaipul, misalnya, menurut Maryo, ada dampak positif yang dihasilkan dari pola ujian digital. Salah satunya minat belajar siswa, tumbuh.
“Murid jadi lebih senang di saat ujian. Entah karena mereka bisa pegang perangkat, atau apapun lah itu, dampaknya kan positif,” tuturnya.
Maryo menyebut, kolaborasi antara teknologi, digitalisasi, kreativitas dan inovasi, harus dipahami sebagai sebuah komposisi yang apik di ruang kelas tradisional.
“Kadang-kadang, hal seperti ini datang dari daerah dengan segala keterbatasan, seperti yang dilakukan oleh Syaipul Bahri,” tuturnya.
Transformasi Digital Perlu Didorong dari Ruang Kelas
Kepala Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi Riau, Erisman Yahya sependapat, bahwa di era revolusi 4.0, digitalisasi menjadi sebuah keharusan dalam banyak sektor—termasuk pendidikan.
“Semua orang ingin cepat, mudah, dan praktis, tak ada lagi namanya berbelit-belit. Ya kalau kita mau seperti itu, jawabannya digitalisasi,” kata Eris (sapaan akrabnya), kepada Bertuahpos.com, pertengahan Oktober 2023.
Eris mengakui, untuk mewujudkan impian banyak sekolah di daerah dalam hal dukungan infrastruktur TIK, memang masih minim. Tahun 2023, kata dia, Pemprov Riau baru bisa memberikan WIFI gratis satu titik untuk setiap kabupaten dan kota di Riau (kecuali Pekanbaru).
Menurutnya, infrastruktur TIK memerlukan dukungan anggaran yang tidak sedikit, sehingga Pemprov Riau masih menaruh harapan besar kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kemenkominfo.
Namun, yang perlu diingat, kata dia, bahwa bantuan atau dukungan tak cuma sebatas infrastruktur TIK saja. “Banyak lagi yang lain, misalnya kita mendukung penyiapan aplikasi seperti PPDB Online yang alhamdulillah sudah 2 tahun berjalan sukses bahkan menjadi contoh bagi provinsi yang lain,” sebutnya.
Bagi Eris, bagian tak kalah penting dalam rangka upaya mendigitalisasi proses belajar mengajar, adalah literasi para guru dan siswa. Pemprov Riau, kata dia, sejauh ini juga aktif memberikan pengetahuan dan pemahaman ke sekolah. Mengapa ini menjadi penting? “Agar transformasi digital bisa berjalan dengan baik,” tuturnya.
“Karena transformasi digital tidak sekedar merubah pola konvensional menjadi serba digital, tapi juga menyangkut mental seseorang. Ada sebagian orang tak mau merubah pola hidupnya. Mentalnya masih tradisional. Orang-orang seperti ini harus diubah pola pikirnya, karena kalau tidak tentu akan ketinggalan zaman,” sebut Eris.
Sementara itu, berangkat dari cerita Syaipul Bahri, dia punya kesan sendiri. “Luar biasa. Kami mengapresiasi penuh terhadap figur-figur seperti ini,” tuturnya.
Mewakili Pemprov Riau, Eris mengaku bangga dengan apa yang dilakukan Syaipul untuk para siswanya. Figur-figur seperti ini, telah berhasil membuktikan bahwa transformasi digital itu bisa berangkat dari ruang kelas.
“Bukan cuma pemerintah, orang-orang di sekitarnya juga kami dorong untuk memberikan dukungan lebih kepada Syaipul, agar transformasi digital berjalan dengan baik. Diskominfotik Provinsi Riau membuka diri bagi Syaipul dan orang-orang sepertinya, jika ingin berbagi ilmu dan pengalaman,” ucapnya.***