BERTUAHPOS, JAKARTA – Di tengah kondisi global yang memburuk beberapa waktu lalu seperti krisis Eropa, kondisi utang sebuah negara menjadi perhatian penting. Apalagi untuk negara-negara berkembang seperti India, China dan Indonesia.
Â
Mantan menteri keuangan RI yang sekarang menjabat Managing Director World Bank Sri Mulyani menuturkan langkah penggunaan utang yang tepat. Ia mencontohkan India dan China saat mengelolaa utang pasca krisis tahun 2008.
Â
“Kan utang dalam hal ini bagi suatu perekonomian kalau dia ditujukan untuk melakukan suatu investasi atau dalam situasi sesudah global financial crisis tahun 2008, banyak negara seperti India melakukan counter cyclical, China melakukan counter cyclical juga, mereka melakukan ekspansi pengeluaraan pemerintah,” ujarnya saat ditemui di Nusa Dua Bali, Sabtu (21/9/2013)
Â
Kemudian, Ia menjelaskan saat ekonomi negara lepas dari ancaman krisis dan mulai membaik, maka pemerintahnya dapat menggenjot pendapatan. Selain itu memastikan pengaturan ketat soal pengeluaran. Apalagi yang bersumber dari utang.
Â
“Bagi negara saat ekonominya membaik dan kuat, mereka bisa menggenjot dari sisi revenue-nya atau penerimaannya dari pajak dan melakukan kajian terhadap pengeluarannya untuk dipastikan bahwa pengeluaran itu betul-betul pada sektor yang produktif yang bisa menaikkan kapasitas dan produktivitas perekonomiannya. Oleh karena itu, utang yang terjadi karena dengan tujuan melakukan counter cyclical bisa di-minimize,” paparnya.
Â
Sekarang ketika ekonomi kembali memburuk banyak negara yang mengalami perlambatan pertumbuhan. Seperti Cina yang saat ini tengah mengalami ujian karena ekonomi yang melemah. Beberapa upaya seperti menurunkan pertumbuhan kredit dengan menaikan suku bunga.
Â
“Karena ini akan menimbulkan pertanyaan mengenai keputusan investasi yang lalu itu (dari utang) apakah bisa dikembalikan, yaitu membayar kembali biaya investasi yang sudah dikeluarkan,” jawabnya.
Â
Itu merupakan cara negara China. Untuk setiap negara, menurut Sri Mulyani memang memiliki tantangan dan langkah yang berbeda. Sehingga disarankan agar negara harus memahami kondisi internal, tantangan yang dihadapi dan kebijakan yang akan dikeluarkan beserta dampaknya.
Â
“Kalau kebijakan, tiap hari kita lihat apa yang menjadi tema jangan mungkin tidak harus selalu jangka pendek, tapi policy makers memang diharapkan selalu memiliki pandangan medium, long term, dan ada keseimbangan antara urgency atau kebutuhan untuk merespons dalam jangka pendek, tapi juga punya suatu visi jangka menengah dan panjang,” pungkasnya.
Â
Â
(detik.com)