بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Sahabatku yang dimuliakan Allah dengan kebaikan akhlak, ingin aku mengingatkan kembali bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اللّٰهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang siapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat”. (HR Muslim).
Jika ada seorang pemimpin yang bertanya cara menjadi seorang pemimpin yang baik, maka jawabannya adalah bacalah Sirah Nabawi. Sebab semua karakter pemimpin yang baik, ada di dalam diri Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW mempunyai karakter mulia kepada tamunya, meskipun tamu itu kafir (kafir dzimmi, bukan kafir harbi). Izinkan aku menceritakan sebuah kisah di dalam Kitab al-Matsnawi karya Jalaluddin Rumi. Berikut kisah lengkapnya.
Dikisahkan beberapa orang kafir memohon dengan sangat merendah kepada Nabi Muhammad SAW agar diberikan penginapan dan makanan. Permohonan mereka yang sangat merendah membuat hati Nabi Muhammad SAW tersentuh. Nabi Muhammad SAW memutuskan memanggil para sahabatnya dan meminta mereka untuk menyambut orang-orang kafir ini sebagai tamu. Sebagai tuan rumah yang baik tentunya akan memberikan tempat dan makanan terbaik untuk tamunya.
Setiap sahabat memilih satu orang kafir untuk diajak menginap di rumah mereka, namun ada satu orang kafir yang tidak dipilih oleh para sahabat. Orang kafir tersebut berperawakan besar sehingga membuat para sahabat takut (mungkin juga di dalam pikiran mereka orang ini pasti gembul jadi takut menghabiskan jatah makan di rumahnya).
Akhirnya Nabi Muhammad SAW sendiri yang menyambutnya sebagai tamu. Sikap ini yang perlu dicontoh oleh pemimpin saat ini. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin memutuskan mengambil tugas yang paling berat (menjamu orang kafir yang tidak dipilih oleh para sahabat).
Di rumah, Nabi Muhammad SAW memiliki tujuh ekor kambing betina untuk memenuhi kebutuhan susu sehari-hari keluarganya. Orang kafir yang menjadi tamu Nabi Muhammad SAW, menyedot habis semua susu dari tujuh ekor kambing tanpa sisa setetes pun untuk keluarga Nabi Muhammad SAW.
Setelah kekenyangan, orang kafir tersebut memutuskan langsung tidur di kamar. Nabi Muhammad SAW juga menyiapkan kamar terbaik untuk tamunya. Ketika orang kafir telah tertidur dengan pulas, salah satu pelayan perempuan mengunci kamar tempat orang kafir tidur.
Di pertengahan malam, orang kafir terbangun karena merasakan perutnya mulas dan ingin buang air besar. Sialnya, pintu telah terkunci dan Ia sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Tanpa rasa malu, ia keluarkan kotorannya di selimut yang diberikan Nabi Muhammad SAW.
Esok paginya saat Nabi Muhammad SAW membuka pintu kamar, orang kafir merasa sangat malu dan segera melarikan diri tanpa permisi dan berterima kasih.
Nabi Muhammad SAW menyadari hal yang telah terjadi dan memilih membiarkannya pergi untuk menjaga harga dirinya. Inilah sikap mulia seorang Tuan rumah yang seharusnya marah karena makanan telah dihabiskan tanpa sisa dan rumah yang dikotori dengan kotoran bekas buang air besar, tetapi justru memilih mementingkan harga diri tamunya. Begitulah sikap mulia Rasulullah SAW, seorang pemimpin umat yang bijaksana.
Hal yang paling mencengangkan adalah Nabi Muhammad SAW memilih membersihkan sendiri kotoran orang kafir tersebut. Para sahabat yang melihat kejadian itu berusaha menawarkan diri dan mencegah Nabi membersihkannya sendiri, namun beliau tetap bersikeras untuk melakukannya.
Tatkala Nabi Muhammad SAW sedang bersih-bersih, orang kafir yang melarikan diri karena malu ternyata kembali lagi untuk mengambil jimat (berhala kecil) yang tertinggal di kamar Nabi Muhammad SAW. Saat itulah orang kafir melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, tuan rumah (Nabi Muhammad SAW) yang seharusnya marah-marah ternyata justru membersihkan kotoran tamunya dengan wajah yang sangat tulus.
Melihat kejadian tersebut, orang kafir langsung menitikkan air mata dan seketika ingin beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT. Dengan penuh penyesalan, ia menangis di hadapan Nabi Muhammad SAW. Nabi pun berkata, “tangisan dan penyesalan akan membersihkan kejahatan”.
Kututup dengan do’a yang selalu dipanjatkan Rasulullah SAW pada pagi dan sore hari.
« اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي، وَدُنْيَايَ، وَأَهْلِي، وَمَالِي، اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي، اَللّٰهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي ». (صحيح ابن حبان)
Allãhumma innî as’alukal ‘ãfiyah fid-dunyã wal-ãkhirah, Allãhumma innî as’alukal ‘afwa wal-‘ãfiyah fî dînî wa dunyãya wa ahlî wa mãlî. Allãhummastur ‘aurãtî wa ãmin rau‘ãtî. Allãhummahfadzhnî min baini yadayya wa min khalfî wa ‘an yamînî wa ‘an syimãlî wa min fawqî. Wa a’ûdzu bi ‘adzhamatika an ughtãla min tahtî. (Shahîh Ibnu Hibbãn)
“Ya Allah, aku memohon keselamatan dunia dan akhirat pada-Mu. Aku memohon ampunan dan keselamatan agama, dunia, keluarga, dan hartaku. Tutupilah segala kekuranganku, tenangkanlah hatiku, jagalah depan, belakang, kanan, kiri, dan atasku. Aku berlindung pada-Mu dari musibah yang tak terduga”. (HR. Ibnu Hibban)
Wallãhu ‘alam
_________________________________
Oleh: Dr. Supardi, SH., MH.,
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau
Als. Rd Mahmud Sirnadirasa