BERTUAHPOS.COM — Gubernur Riau Syamsuar mengancam untuk dilakukan pengukuran ulang luas lahan ratusan perusahaan perkebunan yang ‘bandel’ di Riau.
Perusahaan perkebunan itu dianggap tidak kooperatif terhadap upaya pemerintah dalam penyelesaian program Satu Peta.
Hal ini muncul setelah Syamsuar mendengar penjelasan dari Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Zulfadli dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian TORA yang berlangsung di Gedung Daerah, Selasa, 14 Februari 2022.
Ketika itu, Zulfadli menjelaskan bahwa masih ada banyak perusahaan perkebunan di Riau yang tak punya IUP dan peta. Penjelasan itu langsung dipotong oleh Syamsuar.
“Sekarang ada berapa perusahaan lagi yang belum?”
“Per kabupaten beda, Pak,” jawab Zulfadli.
“Saya minta semuanya,” potong Syamsuar.
Zulfadli menjelaskan, dari 272 perusahaan itu, masih ada sekitar 100 perusahaan yang belum bisa dikompilasi datanya karena tak ada peta-peta sebagaimana yang diminta oleh Pemprov Riau.
“Sebetulnya, saya paling ingin diukur ulang. Diukur ulang sajalah, 100 san perusahaan itu. Nanti biar Pemprov yang membiayai pakai APBD. Siapa kena, itu mampus lah dia,” ujar Syamsuar, kesal.
Usulan Syamsuar itu pun disambut dengan gelak tawa para peserta rapat yang hadir dalam forum itu. Menurutnya, Pemerintah daerah sudah lelah dengan sikap acuh tak acuh perusahaan perkebunan di Riau itu.
Di tengah penjelasan itu, Zulfadli terus memberikan penjelasan, sehingga suasana sempat riuh karena antara Syamsuar dan Zulfadli saling mengemukakan pandangannya.
“Kalau 100 perusahaan ini diukur ulang luas lahannya, percayalah cakap aku, belum selesai lagi diukur sudah bertukus lumus perusahaan itu ke kantor bapak. Saya inginnya begitu, Pak Sekda. Tidak ada jalan lain, Pak Sekda,” sambung Syamsuar yang kemudian menunjukkan pernyataannya ke Sekdaprov Riau SF Hariyanto yang juga turut hadir dalam pertemuan itu.
Menurut Syamsuar, dengan situasi dan kondisi saat ini, pembuatan petunjuk teknis atau sejenisnya dipastikan akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Mungkin tak akan selesai sampai tahun 2024.
Dia menyebut, langkah yang paling cepat agar perusahaan perkebunan di Riau ini mau kooperatif hanya dengan mengukur ulang lahan produksi perkebunan mereka.
“Ukur ulang saja agak 10 perusahaan, tak usah lah 10, ada saja beberapa perusahaan yang dilakukan pengukuran ulang, meluncur lah perusahaan itu cari Pak Sekda. Saya pikir, lebih bagus seperti itu,” tambahnya.
Syamsuar kemudian menceritakan pengalamannya saat menjadi kepala daerah di Siak, yang mana pola ukur ulang area perusahaan dianggap cukup efektif untuk dilakukan.
“Setelah dilakukan ukur ulang, lebih area produksinya. Ada yang sampai 600 hektar lebihnya. Akhirnya mereka minta penambahan luas area, saya bilang tak bisa bagi dua. Akhirnya 300 hektar untuk Islamic Senter, 300 hektar untuk mereka,” tutur Syamsuar.
Dia menduga bahwa 100 perusahaan perkebunan yang tidak kooperatif itu, disinyalir memiliki area produksi berlebih. Oleh sebab itu, langkah eksekusi diukur ulang jauh lebih efektif ketimbang meminta secara baik-baik.
“Semuanya minta ampun, percayalah. Jadi siapkan saja lah uang di APBD Perubahan, Pak Sekda. Akan kita ukur ulang,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Sekdaprov Riau SF Hariyanto menjelaskan mengenai kebijakan Satu Peta sejak awal dia masuk kembali ke Pemprov Riau juga sudah dibahas dengan berbagai stakeholder
“Setelah saya pelajari, identifikasi masalahnya nggak tahu, jadi macam mana mau menyelesaikan masalahnya. Itu pertama. Saya minta, di masing-masing itu dibuat dulu programnya, lalu petakan kasusnya di masing-masing kabupaten,” jelasnya.
“Kedua, masalah IUP, HGU dan lain-lain, di zamannya dulu, ada yang dikeluarkan oleh kabupaten, provinsi, hingga pusat. Bahkan BPN juga ada,” sambungnya.
Menurut SF Hariyanto, data ini lah yang harus dikumpulkan. “Seperti kata Pak Gubernur, sikap jujur dari perusahaan untuk memberikan data dan informasi yang pasti. Artinya perlu ada rapat khusus dengan skala yang lebih sempit. Misal, di Siak, undang langsung semua perangkat berkaitan termasuk perusahaan-perusahan yang ada di daerah itu,” jelas Sekdaprov Riau.
“Intinya, dengan cara ini kita paksa perusahaan ini untuk mengeluarkan data-data mereka yang lama itu. Kalau sudah dapat, baru kita bisa tahu petanya. Jadi identifikasi masalahnya itu yang belum selesai,” tambahnya.***[Melba]