BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Ada saja cara yang dilakukan para imigran asal Afganistan, untuk menolak diajak berbicara. Salah satunya dengan pura-pura tak bisa atau tak mengerti dengan Bahasa Indonesia.
Â
Kisah menggelitik dialami oleh salah seorang wartawan media lokal di Pekanbaru. Alex namanya, mengaku pernah merasa dikibuli imigran yang biasa nongkrong di pelataran parkir Kantor Imigran, di Jalan KH Nasution Sukajadi, Pekanbaru.
Â
Bermula ketika Alex ingin meliput tentang keberadaan imigran, yang sedang dalam perjalanan mencari suaka ke Australia. Ia pun menghampiri sekelompok imigran yang sedang asik bermain monopoli di pelataran mesjid. Lokasinya masih dalam kawasan kantor Imigrasi Pekanbaru.Â
Â
Alex berusaha mengajukan beberapa pertanyaan pada Asrhaf, salah seorang imigran asal Afganistan. Namun, Asrhaf hanya memperlihatkan wajah kebingungannya. Ekpresi wajah yang sama juga diperlihatkan oleh imigran yang lain. Mereka seolah tidak mengerti sama sekali dengan bahasa Indonesia.Â
Â
Beberapa kali Alex mengajukan pertanyaan dan tetap tidak digubris. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung mengeluarkan kamera dan menjepret beberapa foto.Â
Â
Tiba-tiba dengan nada yang cukup jelas Asrhaf berkata. “Jangan. Jangan difoto, Bang,” ujarnya dengan bahasa Indonesia cukup fasih.
Â
Dilansir dari lamar riauterkini.com, Kepala Imigrasi Pekanbaru Amran Aris menyebutkan pencari suaka politik atau imigran gelap di Kota Pekanbaru sudah mencapai 511 orang.Â
Â
Jumlah ini melebihi kapasitas di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Karena itu sebagian dari mereka ditempatkan pada beberapa wisma penampungan yang membaur dengan masyarakat tempatan.
Â
Data yang dihimpun bertuahpos, dalam kesehariannya sebagian dari mereka biasanya menghabiskan waktu dengan bermain kartu atau monopoli. Kebiasaan ini mereka lakukan hampir setiap hari. Walau dengan fasilitas seadanya, kelompok-kelompok kecil imigran ini masih bisa tertawa saat melihat sekan sejawatnya jongkok karena kalah taruhan.
Â
Salah seorang pegawai kebersihan di Kantor Imigran menyebutkan, Â kebiasan bermain kartu di pelataran kantor hampir tiap hari mereka lakukan. Komunitas kecil ini lebih memilih duduk berlama-lama di atas selembar karpet di bawah pohon cemara sambil menghempas kartu.
Â
“Biasanya mereka menolak untuk diwawancara.Begitulah cara mereka menghilangkan suntuk. Hampir tiap hari main kartu. Pindah-pindah dari satu kelolpok ke kelompok lain. Kadang ketawa-ketawa juga mereka,” ujarnya. (melba)