BERTUAHPOS.COM, JAKARTA Â – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa sebanyak 45 anak perusahaan BUMN yang dinilai berpotensi merugikan keuangan negara dan korporasi. “Pemeriksaan terhadap 45 anak usaha BUMN tersebut bagian program tindak lanjut pembenahan perusahaan milik negara oleh BPK,” kata Anggota VII BPK Achsanul Qosasi, dalam konferensi pers bersama dengan Menteri BUMN Rini M Soemarno, di Kantor Kementeran BUMN, Jakarta, Jumat (16/1/2015).
Pertemuan kedua pejabat negara tersebut terkait dengan “Program Tindak Lanjut Temuan dan Rekomendasi Pembenahan BUMN”. Menurut Achsanul, BPK memberikan catatan kepada Kementerian BUMN bahwa pendirian anak usaha cenderung menjadi tempat transaksi yang digunakan untuk kepentingan tertentu. “Selain itu, lembaga DPR hingga kini belum optimal dalam melakukan pengawasan terhadap sekitar 600 anak usaha BUMN,” ucap Achsanul.
Dalam pemeriksaan tersebut, BPK akan memfokuskan pada pemeriksaan kinerja, sehingga produk-produk BPK bukan hanya terhadap kebenaran akutansi, tapi lebih pada program efektifitas dan efisiensi keuangan negara di BUMN. Sementara itu, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan mendukung program pembenahan anak usaha BUMN untuk terciptanya tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG). “Anak usaha BUMN perlu mendapat perhatian khusus agar lebih transparan. Ini bukan intervensi tetapi lebih bagaimana melakukan pembenahan secara meluruh,” ujarnya.
Rini menambahkan, dukungan BPK untuk membenahi BUMN menjadi sangat penting karena akan mendorong perbaikan kinerja perusahaan. “Program ini tidak akan menghambat pertumbuhan dan pengembangan usaha. Karena pengembangan usaha tanpa penerapan GCG itu juga tidak benar,” ucapnya.
Pada kesempatan itu BPK juga mengumumkan bahwa telah menindaklanjuti 10.508 temuan dari 11.018 temuan atau sekitar 95,3 persen, sisanya dalam proses penyelesaian. Penyelesaan rekomendasi yang di bawah 50 persen adalah PT Merpati (13,34 persen), Pelindo II 39,17 persen), Perum Perumnas (45,83 persen), Hotel Indonesia Natour (12,5 persen), IndoFarma (48,31 persen).Selanjutnya, Industri Kapal Indonesai (38,10 persen), Perum Perikanan Indonesia (34,62 persen), Balai Pustaka (8,07 persen), Perum PFN (32,43 persen) dan Kawasan Industri Makassar (46,67 persen). (Ant/Wartaekonomi)