BERTUAHPOS.COM, JAKARTA – Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Heneng Punjadi,SH MH, mengabulkan seluruh permohonan Praperadilan yang dimohon oleh Pemohon Agung Dwijo Sujono SH, melalui Tim kuasa hukumnya.
Hakim menilai proses penyidikan yang dilakukan Termohon I Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Cq Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cq Direktur Penegakan Hukum Pidana selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dinyatakan tidak sah.
“Tidak sahnya surat perintah penyidikan Direktur Penegakan Hukum Pidana Nomor: SP.DIK.07/PHPLHK-TPK/PPNS/09/2022 tanggal 16 September 2022 terhadap tersangka Agung Dwijo Sojono SH yang diduga melakukan pelanggaran di Bidang Kehutanan,” kata Tim Kuasa Hukum pemohon, Muhammad Zainuddin, Kamis 5 Januari 2023.
“Dengan dibatalkan surat penyidikan oleh hakim, tentu dampaknya surat surat dari penyidik tersebut tidak mengikat lagi secara hukum. Dan otomatis klien kami Agung Dwijo Sujono SH harus dikeluarkan/dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Jakarta Pusat,” tegas Muhammad Zainuddin.
Dijelaskan Zainuddin, dugaan pelanggaran tersebut sebelumnya terkait kegiatan pertambangan operasional produksi batu bara di kawasan hutan produksi tetap dengan menggunakan alat berat. Antara lain Excavator (PC), Articulated Dump Truck (ADT), Buldozer dan Dump Trcuk (DT).
Hasil kegiatan tersebut telah terjadi pada areal tambang seluas ± 302 ha yang berada dalam kawasan hutan Produksi Tetap.
Dijelaskan, selama tiga bulan beroperasi jumlah batu bara yang ditambang sebanyak ± 183.000 ton, dengan harga jual batu bara ± Rp.4.793.000/319USD.
Dengan demikian maka kerugian negara akibat pertambangan batu bara sebesar ± Rp.877.199.000.000, tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang disangkakan.
Pemohon dalam hal ini Agung Dwi Sujono,S.H, sengaja mengerjakan dengan menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah” di Kawasan Hutan Produksi Tetap Kecamatan Long Iram, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (2) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Paragraf 4 Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) Jo. Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-undang Republik Indonesia 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 dan/atau 56 KUHP.
“Proses penyidikan yang dilakukan Direktur Penegakan Hukum Pidana selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup sehingga sehingga penerbitan Surat Perintah Penyidikan menjadi tidak sah dan batal demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tulis tim kuasa hukum pemohon.
Ditambah lagi dalam menjalan proses Penyidikan Direktur Penegakan Hukum Pidana selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) berjalan sendiri padahal sangat jelas dalam Pasal 77 undang –Undang Kehutanan ayat (2) huruf (f) menyatakan bahwa menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan Penyidik kepolisian Negara Indonesia sesuai dengan kita undang-Undang hukum Acara Pidana.
Yang seharusnya Penyidik PPNS Direktur Penegakan Hukum Pidana memaknai koordinasi dalam pasal 77 tersebut adalah dengan memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Pejabat Penyidik POLRI, dan hasil penyidikan diserahkan kepada penuntut umum melalui Pejabat Penyidik POLRI itu yang dimaksud dengan koordinasi dan pengawasan sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang.
Jadi, karena tidak sahnya penyidikan yang dilakukan maka berdampak terhadap semua penetapan yang dilakukan oleh Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan seperti Penetapan tersangka, penyitaan dan atau penyegelan, penangkapan dan Penahanan menjadi tidak sah dan batal demi hukum.
“Dengan tidak sahnya surat surat yang dikeluarkan penyidik tersebut, maka pemohon Praperadilan Agung Dwijo Sujono SH yang semula ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba Jakarta Pusat, harus dibebaskan atau dikeluarkan dari tahanan,” kata hakim.
Muhammad Zainudin SH menjelaskan, kasus ini bermula dengan ditetapkannya kliennya sebagai tersangka dan ditahan karena disangka melakukan penambangan batu bara secara melanggar hukum di desa Tukul, Kecamatan Long Irem, Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.
“Ketika penyidikan terhadap tersangka dimulai, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( PHLHK) tidak berkoordinasi dengan Bareskrim Polri. Padahal peraturan mewajibkannya untuk berkoordinasi itu hal yang sangat fatal sehingga proses yang dilakukan oleh Penyidik PPNS terbolak balik. Tidak sesuai dengan proses penyelidikan dan penyidikan untuk menetapkan klien kami Saudara Agung Dwi Sujono SH sebagai tersangka. Dengan demikian sehingga proses tersebut bertentangan dengan pasal 1 angka 5, pasal 1 angka 2 , pasal 1 angka 14 dan pasal 184 KUHAP yang mana dua alat bukti tersebut harus didapatkan secara sah,” tegas Muhammad Zainudin ,SH, yang didampingi oleh Rizal Noor SH, Wiwit Wijoyanto SH, Dian Permana SH serta Slamet Khaeron SH.
Lanjutnya, untuk itulah Agung Dwijo Sojono SH menunjuk kami sebagai pengacara /Penasehat hukum ( PH) nya, guna melakukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan pihak Dirjen PHLHK sebagai Termohon I dan Mabes Polri/Bareskrim Polri sebagai Termohon II.
“Saya dan semua PH dalam kasus ini sangat senang, hakim berpikir jernih dan mengabulkan permohonan Praperadilan yang kami mohonkan” kata Muhammad Zaenudin SH, dengan raut wajah gembira.***