Berkat dorongan kuat dari Sang Adik, Zulfikar Tambusai kini mampu meraup pundi-pundi cuan dari menjual bibit jahe merah. Meski masih tergolong baru, dia yakin kalau usah ini potensial untuk berkembang menjadi bisnis yang menjanjikan.
Zulfikar Tambusai—biasa dipanggil Pak Tatang—adalah Owner Azwa Herbal Nursery. Usahanya ini berlokasi di Jalan Hang Tuah Ujung, lebih tepatnya di Jalan Sulawesi Nomor 1, Tenayan Raya, Pekanbaru. Untuk bibitnya, Tatang ambil dari petani jahe merah di Dolok Sumatera Utara.
“Awal mula buka tahun 2019 akhir, pas awal-awal Pandemi Covid-19,” ujarnya saat berbincang dengan Bertuahpos.com, Jumat sore, 5 Agustus 2022. “Waktu itu harga jahe merah lagi mahal-mahalnya, sempat menembus harga Rp120 ribu per kilogram.”
Setelah mendapat support dari Sang Adik, dia tertarik untuk memulai melakukan pembibitan jahe merah. “Saya yakin di Riau ini bisa untuk budidaya jahe merah, tapi kok, kayaknya nggak ada minat di masyarakat kita untuk melakukan itu,” tuturnya bercerita.
“Saya mikirnya, mungkin belum ada suplai bibit jadi orang di Riau ini agak sulit untuk budidaya jahe merah, jadi saya coba untuk membuat usaha pembibitannya. Ketulan saya dibino oleh adik saya sendiri yang kebetulan lulusan IPB Bogor. Jadi beliau lah, Pak Nizam Tambusai itu yang membina saya hingga saat ini,” tuturnya.
Tatang mengungkapkan, proses awal untuk pembibitan jahe merah yakni melakukan seleksi terhadap bibit jahenya. Adapun jenis jahe merah yang bagus untuk dijadikan bibit yakni jahe usia 10 bulan ke atas.
“Sebenarnya kan 8 bulanan jahe merah ini sudah bisa dipanen, tapi itu untuk konsumsi. Tapi kalau kita mau buat pembibitan cari yang usianya 10 bulan ke atas maksimal di usia 12 bulan. Umbi jahe merahnya lebih tua, itu bagus untuk bibit,” ungkapnya.
Sedangkan untuk usia bibit jahe merah yang dia jual, yakni rata-rata usia 1 minggu hingga 1 bulan tanam. Khusus untuk pembibitan jahe merah, harganya sekitar Rp25.000 per kilogram. Dalam 1 kilogram jahe merah bisa untuk 50 bibit, atau 50 polybag.
Bagi Tatang, menanam atau berkebun jahe pada prinsipnya tidak sulit. Jahe merah, kata dia, termasuk jenis umbi-umbian yang mudah tumbuh pada jenis tanah apapun.
Namun demikian kondisi tanah juga menentukan kualitas jahe merah yang dipanen. “Yang penting media tanamnya harus gembur. Selain itu bisa juga menggunakan sekam, atau serbuk gergaji, ilalang juga bisa dicampur dengan syarat kalau menggunakan media itu harus difermentasi dulu,” tutur Tatang.
Dari awal mula jahe merah ditanam di usia 8 bulan sudah bisa dipanen atau sudah bisa dikonsumsi. Usia panennya hampir sama dengan jenis jahe putih. Namun dengan perkembangan teknologi pertanian modern, di Thailand misalnya, pada usia tanam 4 bulan jahe sudah bisa dipanen.
“Ya, kita kalah teknologi dengan Thailand. Harga jahe merah dan jahe putih kita turun sekarang, mungkin karena sudah impor juga jahe dari Thailand. Jadi memang ketatlah persaingan di dunia pertanian sekarang ini,” tambahnya.
Pada awal-awal buka usaha pembibitan jahe merah, Tatang juga sempat didera kecemasan, karena takut tak ada pasar. Hanya 200 bibit yang dikembangkan.
“Namanya juga awal, jadi masih coba-coba. Mau sekali banyak ragu juga saya, ini laku atau tidak. Kita tahu, kalau di Riau ini konsumsi jahenya sangat rendah. Bedang dengan di Jawa,” katanya.
Karen masih coba-coba, Tatang memanfaatkan sosial media sebagai sarana marketing bibit jahe merahnya. Saat diposting responnya sangat bagus. Beberapa orang yang melihat postingan bibit jahenya tertarik untuk memesan. Sejak itulah usaha pembibitan jahe merah mulai berkembang dan bertahan hingga saat ini.
“Sekarang saya buat sosial medianya sendiri, mulai dari Instagram, Facebook, Youtube Channel, Twitter, bahkan saya juga pasang iklan di TikTok,” tuturnya.
Saat ini, ready stok bibit jahe merah di tempat Tatang ada sekitar 4.000-an yang sudah tanam di polybag. “Kalau yang belum ditanam masih banyak sekali. Itu juga masih ada sekarung. Kalau sudah dibibitkan semua dapat sekitar 10 ribu lah,” tambahnya.
Bibit jahe merah milik Tatang memang tidak begitu diminati untuk pasar Pekanbaru, mengingat Ibu Kota Provinsi Riau ini memang bukan daerah pertanian. Namun, dia berhasil merambah pasar ke daerah-daerah di Riau, bahkan hingga ke Pulau Jawa.
“Pasarnya di Pekanbaru ada, cuma nggak begitu banyak. Yang banyak di di kabupaten, bahkan sampai ke luar Sumatera. Ada dari Palembang, Lubuk Linggau, bahkan sampai ke Bogor. Orang Bogor pesannya ke sini,” kata Tatang.
“Kalau pasar kabupaten itu, sudah ada dari Siak, Pelalawan, Indragiri Hilir, Rokan Hilir dan Pulau Rupat di Bengkalis. Termasuk Pasir Pengaraian dan Kampar juga sudah ngambil bibinya di sini.”
Untuk harga per bibit jahe merah di tempat Tatang hanya Rp3.000. Rata-rata seminggu sekitar 800 bibit jahe merah laku. Biasanya, kebutuhan bibit paling tinggi itu di akhir tahun.
“Yang perlu diperhatikan untuk pembibitan jahe merah, pertama, itu memang pemilihan bibinya yang ditentukan pada usia panen jahe, yakni di usia 10 tahun ke atas, kedua, media tanamnya, ketiga, kondisi cuaca. Jahe ini nggak mau ditanam langsung di area panas. Bagusnya di bawah pepohonan atau diberi naungan, seperti atap atau paranet.”
“Kalau perlakukan khususnya seperti layaknya taman umbi-umbian lah. Kalau organik kita biasa semprot pakai air dari campuran bawang putih dan bawang merah. 2 minggu sekali disemprot daunnya. Kalau pakan bahan kimia biasa kita pakai antracol,” ujar Tatang.
Sedangkan untuk hama, cenderung tidak ada. Sebab daun jahe mengandung bau yang tidak disukai oleh binatang-binatang pemakan daun. Meski demikian tetap ada beberapa jenis hama yang bisa menggerogoti daun-daunnya. Cara mengatasinya, Tatang cukup menggunakan cairan air bawang.
Sementara itu, untuk membedakan jahe merah kualitas terbaik cukup mudah. Secara umum dapat dilihat dari warna kulitnya. Jika umbi jahe yang masih muda, warnanya merah agak keputihan. Sedangkan untuk jahe yang sudah tua, merah kecoklat-coklatan, atau merah tua. “Itu kualitasnya bagus,” sambungnya.
Jika punya lahan 10×10 meter saja, sudah bisa tanam 200 bibit jahe. Kalau 1 polybag besar bisa menghasilkan 2 kilogram, maka sudah bisa panen sekitar 400 kilogram jahe merah. “Kan lumayan sudah hampir setengah ton. Kalau harga per kilo jahe merah sekarang Rp20.000 aja hasilnya sudah Rp8 juta,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Tatang berharap agar masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah untuk ditanam dengan tanaman-tanaman herbal seperti jahe merah. Dia juga berkeinginan, ke depannya, tumbuh para petani-petani jahe muda. Sebab jika dilihat kualitas tanah, Riau, khususnya Pekanbaru sangat cocok untuk budidaya jahe merah.
Bahkan mampu menghasilkan kualitas jahe yang baik. Hal itu lantaran tanah di Riau mengandung minyak yang ternyata memberikan rasa pedas yang kuat pada umbi jahe merah.***