Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari menjelaskan, penebangan hutan alam juga terjadi pada kawasan konservasi  seluas 12,308.61 ha, hutan lindung seluas 12,359.57 ha, IUPHHK-HA/HPH seluas 7,547.47 ha, HGU seluas 34,319.8 ha dan pada areal lainnya seluas 51,717.28 Ha.
Selain itu, Jikalahari juga mencatat jumlah titik api sepanjang tahun 2014 total 20,827 Â titik api. Titik api terbanyak terdapat pada areal gambut sebanyak 18,867 titik api dibanding pada areal Mineral Soil sebanyak 1,960 titik api. Titik api juga ditemukan terbanyak di areal HGU atau perkebunan kelapa sawit sebanyak 9,126 titik api. Areal HTI Â ditemukan sebanyak 3,668 titik api dan di areal HPH sebanyak 349 titik api.
“Titik api meningkat drastis pada gambut yang pada tahun 2013 hanya 10,917 titik api, tahun 2014 menjadi 20,827 Â titik api,” paparnya.
Menurutnya, kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan persoalan hilir terkait tata kelola kehutanan yang buruk di Indonesia. Persoalan besarnya ada di hulu, yaitu kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah tanpa memperhatikan lingkungan hidup, kearifan lokal masyarakat bahkan mengandung unsur korupsi.
“Seperti kata Jokowi, perusahaan-perusahaan yang mengkonversi gambut menjadi tanaman monokultur agar ditinjau kembali izinnya,” ulasnya.
Â
Jikalahari juga mendesak agar secepatnya Presiden Jokowi harus merealisasikan janjinya, jangan sampai perusahaan pulp and paper dan perusahaan sawit melakukan ekspansi di Indonesia. Jokowi juga harus menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperbaiki dan meninjau ulang izin perusahaan HTI dan Sawit,