BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau atau Jikalahari mendukung komitmen Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, untuk percepatan realisasi Perhutanan Ssosial. di Riau hingga 500 ribu hektar pada 2022. Hadinya Satgas tersebut menandakan betapa lambannya kinerja Gubernur Riau Syamsuar dalam menyelesaikan masalah perhutanan sosial.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam rapat kerja menerima audiensi Bupati Indragiri Hulu, Rezita Melyani Yophi dan Bupati Bengkalis Kasmarni pada 8 April di Jakarta. Salah satu pembahasan utama pada pertemuan itu adalah prioritas percepatan implementasi perhutanan sosial, khususnya hak masyarakat adat di Indragiri Hulu dan Bengkalis.
KLHK telah mengalokasikan hak masyarakat untuk akses perhutanan sosial di Provinsi Riau melalui peta indikatif areal perhutanan sosial (PIAPS) seluas 1.297.843 ha. Ini merupakan jumlah paling terbesar untuk se-Sumatera dan alokasi terbesar nomor dua di Indonesia setelah Provinsi Papua.
Alokasi perhutanan sosial di Provinsi Riau ada di Kabupaten Indragiri Hilir seluas 266.755 ha; Bengkalis 191.222 ha; Rokan Hilir 187.849 ha; Rokan Hulu 122.666 ha; Indragiri Hulu 114.288 ha; Kepulauan Meranti 112.560 ha; Pelalawan 81.651 ha; Kampar 80.618 ha, Kuantan Singingi 50.754 ha, Dumai 46.885 ha, Siak 41.538 ha, dan Pekanbaru 1.057 ha.
“Realisasinya sendiri masih berjalan lamban di daerah. Untuk itu guna mengejar percepatan perhutanan sosial, khususnya di Indragiri Hulu dan Bengkalis, KLHK akan bersinergi bersama Pemerintah Daerah melalui tim satgas khusus dengan melibatkan unsur KLHK, Pemda Kabupaten, LSM, akademisi dan tokoh masyarakat adat,” kata Siti Nurbaya.
Pernyataan Siti Nurbaya jelas mengarah untuk percepatan realisasi PS di Riau yang selama ini berjalan lamban di Provinsi Riau. Pemerintah Provinsi Riau harus menyambut dan mendukung target yang disebutkan oleh Siti Nurbaya, termasuk memperbaiki kinerjanya.
“Semestinya realisasi PS yang merupakan program prioritas Gubernur Riau di Riau, dua tahun terakhir ini bisa cepat. Sebab kendala seperti aturan main terkait PS di lahan gambut, kemudian perda RTRW Provinsi Riau sudah tidak ada,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Jikalahari melihat lambannya realisasi di Riau karena salah satunya, sejak putusan Mahkamah Agung atas Judicial Review Perda RTRWP Riau pada 3 Oktober 2019 terkait pemanfaatan kawasan hutan untuk PS dan penggunaan kawasan hutan untuk TORA sebelum mendapat rekomendasi dari Gubernur terlebih dahulu dilakukan pembahasan bersama DPRD, hingga saat ini belum juga diperbaiki.
“Bukannya memperbaiki Perda RTRWP Riau untuk mempercepat realisasi PS, Gubernur Riau melalui Kadis LHK Riau justru menerbitkan Izin Kemitraan Kerja sama antara Dinas LHK Provinsi Riau dengan PT Bumi Laksamana Jaya (BLJ) pada lokasi yang telah diajukan usulan perhutanan sosial dan telah di verifikasi teknis oleh Balai PSKL Sumatera,” kata Made Ali.
Realisasi PS di Riau hingga Maret 2022 seluas 127.455,36 hektar atau baru 9.8 persen. Tim Pokja yang diterbitkan Gubernur Riau yang berisi salah satunya dari unsur CSO tidak pernah dilibatkan saat pembahasan usulan PS bersama DPRD Riau seluas 123.992,04 hektar dan hutan adat seluas 9.000 hektar yang diajukan oleh Dinas LHK ke KLHK.
Di samping itu, rencana KLHK tim satgas khusus dengan melibatkan unsur KLHK, Pemda Kabupaten, LSM, akademisi dan tokoh masyarakat adat sebagai bentuk solusi akibat tidak berjalannya kinerja birokrat di Provinsi Riau dalam merealisasikan PS di Riau.
Jikalahari mendesak Syamsuar untuk segera mengevaluasi kinerja birokrasinya yang telah gagal dalam percepatan realisasi izin perhutanan sosial untuk masyarakat di Riau.***