BERTUAHPOS, PEKANBARU – Ketua Komisi Pemilihan Umum Riau Edy Sabli menyatakan apabila berkemungkinan dua putaran pada Pilkada Riau, maka KPU tidak akan menggunakan “Quick Count” atau hitung cepat yang bersumber dari anggaran KPU untuk putaran kedua itu.
    Â
“Untuk putaran kedua, kita tidak menggunakan Quick Count. Alasannya sama, karena KPU tidak ada aturannya harus pakai cara itu. Apabila ada pihak independen yang mau melakukan itu, ya silakan. Tapi tidak dengan anggaran KPU,” katanya di Pekanbaru, Â Â Â Â Â
Menurut Edy Sabli, daerah lain yang menggunakan “quick count” mungkin saja lebih menarik bagi TV swasta nasional untuk melakukannya.
    Â
Misalnya, Pilkada Sumsel yang bertepatan waktunya dengan Pilkada Riau memiliki nilai berita lebih karena itu adalah pemilihan ulang. Selain itu, calon dari Sumsel juga ada yang “incumbent”, sedangkan Pilkada Riau tidak.
    Â
“Jadi, bisa dilihat bahwa ada nilai-nilai plus sepertinya yang mempengaruhi TV nasional untuk melakukannya. Kalau kita yang meminta TV nasional itu melakukan hitung cepat, tentu saja kita juga harus mengeluarkan dana,” katanya.
    Â
Oleh karena itu, pihaknya tidak mau melaksanakan “kalau-kalau” nantinya dana ini dipermasalahkan disebabkan tidak ada “payung hukum” bagi KPU untuk harus melaksanakan hitung cepat tersebut.
    Â
Selanjutnya, iai menambahkan contoh lainnya pada Jawa Timur. Provinsi tersebut memiliki jumlah penduduk yang besar di Indonesia yang hampir mencapai 40 juta dengan jumlah DPT di atas 20 juta pemilih.
    Â
“Ini menjadi nilai plus juga, selain calon yang bertarung juga incumbent, kemudian ada juga rivalitas antara Soekarwo dan Khofifah Indar Parawansa yang bertarung pada Pilkada Jawa Timur sebelumnya,” katanya.
    Â
Dibandingkan dengan Pilkada Riau, calon tidak ada yang “incumbent”, kemudian DPT Riau juga hanya berkisar pada angka 4,3 juta pemilih.
    Â
“Intinya masyarakat perlu memahami, kalau memang TV swasta nasional itu tidak tertarik, kita harus menerima. Tidak usah dipaksakan TV tersebut memuat Pilkada Riau. Kalau kita paksakan tentu kita yang membayar, karena kita yang meminta,” katanya.
Â
Â
(tribunpekanbaru)