BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Riau Riko Kurniawan mengatakan perbuatan warga yang membakar alat berat PT. SAL jangan hanya dilihat dari sisi pidana biasa.
“Diperhatikan dari kronologi awal kejadian, ada kecacatan dalam proses penerbitan izin perkebunan kelapa sawit kepada PT. SAL oleh Pemkab Indragiri Hilir ketika dipimpin Indra Mukhlis Adnan,†katnya, Rabu (05/12/2014).
Kecacatan itu terlihat dari tumpang tindih izin areal dalam IUP dengan kawasan moratorium dan dua areal konsesi HTI dan sebagian besar areal IUP yang berada di areal gambut dengan kedalamannya lebih dari 3 meter.
Selain pelanggaran syarat administrasi, areal IUP yang ada dikawasan hutan, sama sekali tidak boleh dilakukan aktivitas land clearing ataupun pembangunan kanal selama belum diterbitkan keputusan Menteri Kehutanan mengenai perubahan status kawasan.
Riko menuturkan, carut marut penerbitan IUP kelapa sawit PT. SAL ini makin diperparah dengan sikap angkuh korporasi perkebunan kelapa sawit yang terus melakukan aktivitas walaupun sudah dapat perintah untuk berhenti beroprerasi di Desa Pungkat dari Pemerintah Kabupaten dan DPRD Indragiri Hilir.
“Sikap arogan yang tidak tunduk terhadap kebijakan pemerintah daerah inilah yang menyebabkan kemarahan warga dan berakibat pada kejadian pembakaran 9 alat berat miliknya,†tambahnya.
Keserakahan PT. SAL belum berakhir. Pasca kedatangan Bupati Indragiri Hilir HM Wardan setelah operasi penangkapan, penahanan dan penggeledahan yang tidak sesuai prosedur KUHAP dan Perkap oleh Polres Inhil terhadap warga Desa Pungkat, malah disikapi dengan tindakan perusahaan yang kembali beraktivitas di Desa Pungkat dan desa sekitarnya.
Minggu ketiga November lalu, Komnas HAM telah mengirimi surat permintaan penjelasaan kepada Polda Riau dan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir terkait pelanggaran penggunaan upaya paksa yang dilakukan Polres Indragiri Hilir dan penerbitan IUP PT. SAL oleh Pemkab Inhil.
Surat Komnas HAM tersebut juga diterima WALHI Riau selaku sekretariat Gertak SAL (Aliansi OMS yang mendukung perjuangan masyarakat Desa Pungkat). Kepada dua instansi diharapkan merespon surat dari Komnas HAM 30 hari kerja semenjak diterima.
“Merujuk pada surat Komnas HAM, kami meminta kepada Polda Riau dan Pemkab Inhil untuk secara transparan merespon surat tersebut dan menembuskan kepada Gertak SAL selaku pihak yang melaporkan kepada Komnas HAM’, ujar Even Sembiring, Deputi Direktur WALHI Riau.
Dia menuturkan, pihak kepolisian provinsi dan kabupaten sama sekali tidak merespon surat yang seharusnya jadi pertimbangan untuk melakukan tindakan tegas terhadap aparat yang melakukan penangkapan tidak sesuai dengan prosedur.
Dari pemantauan sementara sidang di Pengadilan Negeri Tembilahan, kejadian pembakaran alat berat adalah rangkaian kejadian yang di motori oleh tujuh orang. Warga menjuluki mereka “tujuh jendralâ€.
Mereka inilah awalnya menolak kehadiran  PT SAL untuk melakukan pembukaan lahan di kawasan hutan rawa gambut. Namun gerakan penolakan terhadap PT SAL semakin besar, ketujuh orang ini menghilang dan tidak pernah lagi bergabung melakukan penolakan.
Sejauh ini, jalannya sidang baik Jaksa dan Hakim masih berfokus pada uraian dakwaan yang sama sekali tidak memuat kronologi kejadian pembakaran dari awal. Dukungan WALHI Riau terhadap 21 orang pejuang lingkungan hidup ini, sama sekali tidak membenarkan tindakan pembakaran yang terjadi, WALHI Riau berpandangan dukungan terhadap para terdakwa ditujukan agara Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim dalam perkara ini memperhatikan motif perjuangan masyarakat guna mempertahankan kelestarian hutan rawa gambut yang menjadi penopang hidup warga Desa.
Hal ini senada seperti yang diungkapkan salah seorang terdakwa yang menyebutkan, bahwa Perjuangan mereka mempertahankan hutan bukan hanya untuk mereka sendiri, tapi untuk generasi seterusnya, untuk anak cucu, bahkan bagi mereka yang masih ada di dalam kandungan.
Berdasarkan kronologi dan fakta kejadian ini, WALHI Riau menuntut agar proses peradilan yang adil. Pembebasan 21 pejuang lingkungan hidup melalui katup pengaman dalam UU PPLH maupun KUHP dapat dipergunakan untuk melindungi dan menghapus sifat dapat dipidana perbuatan 21 orang terdakwa yang pada dasarnya merupakan korban dari sistem perizinan yang buruk.
WALHI juga berkeyakinan, sarana peradilan masih mampu memberikan perlindungan dan keadilan bagi rakyat kecil yang bergantung hidup dari kelestarian hutan rawa gambut Desa Pungkat. (melba-rls)