Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Siak H TS Hamzah dalam pembukaan sosialisasi empat pilar kebangsaan di Aula Hotel Grand Mempura, yang diikuti 60 orang peserta terdiri dari utusan dari 14 kecamatan se kabupaten Siak, Rabu (29/10).
Lebih lanjut Sekda mengatakan, apabila negara kita tidak mempunyai daya tangkal yang kuat untuk mengantisipasi dan mengatasi pengaruh hegemoni negara-negara luar. Maka bangsa Indonesia akan terseret arus pengaruh negara luar, sedangkan jati diri kita sebagai bangsa yang berbudaya dan beragama akan semakin tergerus oleh arus global tersebut yang cenderung memangsa jati diri bangsa.
“Sebenarnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, ibarat sebuah rumah telah dibangun dengan tiang atau populer yang kita sebut empat pilar kebangsaan, yaitu pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bhineka tunggal ika, empat pilar ini menjadi penopang atau penyangga bangunan rumah bangsa dan negara,” contohnya.
Apabila dievaluasi tambah sekda, dengan jujur keempat pilar di atas, mungkin dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa empat pilar tersebut berada dalam kondisi yang cukup memperihatinkan. Pancasila yang merupakan landasan filosofi dan sumber dari segala sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sepertinya tidak lagi menjadi rujukan atau refrensi utama bagi masyarakat dalam bersikap dan berperilaku.
“Padahal Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang berurat-berakar dari budaya bangsa Indonesia. Sikap dan perilaku yang diaplikasikan sehari-hari lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai yang bersumber dari dunia luar yang pada hakekatnya tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila,” katanya.
Begitu pula menurutnya, dengan UUD 1945 yang merupakan aturan main (rule of the game) dalam penataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara belum pula diwujudkan dengan sempurna. Banyak amanah konstitusi UUD 1945 yang belum mampu kita wujudkan secara sempurna, artinya UUD 1945 belum mampu kita jadikan sebagai kerangka berpikir, bersikap dan bertindak dalam kehidupan masyarakat, pemerintahan dan negara.
Sedangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang selalu digaungkan bahwa bentuk nkri merupakan ‘harga mati’. Namun konsep nkri sebagai ‘harga mati’ lebih kepada semboyan-semboyan atau jargon-jargon yang sebenarnya perlu pembuktian. Ketika reformasi bergulir, semangat NKRI semakin terusik dan timbul daerah isme- daerah isme dan â€putra daerah†yang ingin menjalankan peran dan kendali negara dan pemerintah secara merdeka dan otonom di daerahnya tanpa adanya tanggungjawab moral dan tanggungjawab kebersamaan dengan daerah-daerah lain dalam bingkai negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bhinneka tunggal ika yang merupakan kerangka filosopi (frame of philosofhy) bangsa Indonesia sejak ratusan tahun lalu dinegara kita, ternyata disadari atau tidak semangat kebangsaan, kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan bangsa kita semakin luntur dan memudar.
Bahkan yang cukup memperihatinkan muncul nasionalisme dan berwawasan sempit, terutama sejak awal reformasi bergulir muncul berbagai konflik dalam masyarakat, baik konflik horizontal maupun vertikal dinegara kita ini, seperti munculnya istilah †raja-raja kecilâ€Â atau ’’putra daerah†di daerah. Potret persatuan dan kesatuan bangsa kita yang sudah terbina ratusan tahun yang lalu, seolah-olah dirusak secara dahsyat oleh arus reformasi dan globalisasi yang tidak terarah.
Keadaan potret persatuan dan kesatuan bangsa yang cukup memperihatinkan itu direspon oleh MPR dengan menerbitkan TAP MPR nomor V/MPR/2000 tentang pemantapan persatuan dan kesatuan nasional dan TAP MPR nomor VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa. Terbitnya kedua TAP MPR di atas menandakan potret persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia cukup memperihatinkan pada awal-awal reformasi, namun pemerintah juga tidak tinggal diam untuk menciptakan masyarakat yang cinta dengan ideologinya, mantap persatuan dan kesatuan bangsanya.
Baru-baru ini diterbitkan pula peraturan menteri dalam negeri Nomor 29 Tahun 2011 Tentang pedoman pemerintah daerah dalam rangka revitalisasi dan aktualisasi nilai-nilai pancasila.
“Berdasarkan elaborasi empat pilar penyelenggaraan negara di atas, maka kita perlu mensiasati dan mereformasi kembali tentang rehabilitasi dan reimplementasi kembali keempat pilar di atas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yaitu dengan menciptakan dan menerapkan formulasi-formulasi kebijakan menumbuhkembangkan dan melestarikan kembali nilai-nilai luhur keempat pilar di atas,” tandasnya.( syawal)