“Orang-orang penyayang niscaya akan di sayang pula oleh Ar-Rahman, maka sayangilah yang di bumi niscaya Yang di atas langit akan menyayangi kalian.“
Oleh : Sofyan Siroj
SAYA pikir cukuplah sudah kita mencari di media daring dan Medsos apa itu corona. Rasanya tidak ada lagi yang perlu kita ketahui semua sudah terdedah dan lengkap. Sehingga kita tidak menjadi gila penasaran terhadap semua informasi mengenai corona ini.
Sudah bukan pada tempatnya pula kita selalu sibuk mengkritisi pemerintah dengan kebijakan yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sudah capek pula beberapa para pakar membanding-bandingkan cara penanganan Negara kita tercinta kita ini dengan negara-negara lain yang dan pemerintah tetap “keukuh” dengan ide “Herd Imunity-nya”.
Sudahlah! Kita tak tahu mana yang lebih baik, kehidupan sebelum atau setelah Covid 19 (new normal). Sebab Allah berfirman :
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 216).
Boleh jadi di new normal makin banyak orang yang tahu pentingnya kebersihan, mahalnya kepedulian dan ruginya bersikap egois. Lalu dengan itu, dunia menjadi lebih damai, lingkungan makin hijau, tanaman dan hewan pun mendapatkan surganya kembali.
Kita tak tahu mana yang lebih baik, kondisi di negara konflik seperti Palestina, Suriah, dan Yaman yang setiap hari ada darah tertumpah disana atau kondisi di negara-negara tanpa peperangan, seperti Turki, Maroko, Malaysia, Indonesia, bahkan Eropa.
Mungkin Allah sedang mengajarkan: janganlah engkau memandang rendah orang-orang kecil dan miskin seperti engkau jangan memandang rendah Corona. Sebab boleh jadi masa depan orang kecil di akhirat lebih baik daripadamu. Sedangkan engkau terlena dengan kenyamanan, sampai lupa kewajiban peduli dan bersedekah yang menjadi hak mereka yang berkekurangan.
Mungkin itu maksud Allah dengan kehidupan baru pasca Covid-19. Sudah sejak lama para futurolog (ahli membaca trend masa depan) mengatakan bahwa bekerja di masa depan akan dilakukan dari rumah (Work From Home) atau dari berbagai tempat dan tidak mesti dari kantor (Flexible Working Space).
Dengan adanya pendemi Covid-19, “ramalan” tersebut datang lebih cepat. Di seluruh dunia, mayoritas karyawan sekarang bekerja dari rumah. Penggunaan teknologi komunikasi meningkat pesat. Semua “dipaksa” akrab dan tidak lagi gaptek dengan email, messenger, webinar, zoom, meet, dan lain-lain. Maka nikmatilah setiap nikmat yang diperuntukkan Allah SWT kepada kita.
Akhir-akhir ini kita merasa heran, kenapa ke masjid dilarang tapi kerumunan di tempat lain terjadi dimana-mana. Pasar, bandara dan mall dipenui lautan manusia. Bukankah Covid-19 menular karena keremunan? Itulah sebabnya mesjid dikosongkan, karena menimbulkan kerumunan tersebut.
Sebagian umat Islam kemudian merasa terzalimim. Kenapa ke masjid dilarang, sedangkan ke pasar, mal dan bandara dibiarkan? Lalu muncul desakan kepada para pengurus DKM untuk segera membuka masjid agar bisa beribadah lagi sebagaimana biasanya.
Ketua Umum MUI Sumbar dalam via percakapan telepon menyatakan, “Semua keputusan MUI yang diambil berdasarkan maqashid Syariah, Kerumunan adalah wilayah kebijakan pemerintah, tapi masjid adalah wilayah kebijakan Ulama. Apakah anda semua tidak merasakan ulama sedih mengeluarkan fatwa ini? Sedih dan sangat sedih…”
Saya sepakat dengan Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengkritik tajam pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD bahwa umat Islam yang shalat Idul Fitri di masjid atau lapangan dalam kondisi pandemi Covid-19 melanggar UU. Sementara, MUI dalam Fatwa Nomor 28/2020 tidak mengeneralisasi.
“Sikap pemerintah yang mengeneralisasi pelarangan pelaksanaan Idul Fitri untuk setiap wilayah, tanpa membedakan zona merah atau zona hijau, tidak bijaksana, tidak mencerminkan keadilan dan tidak sesuai dengan teks tersurat Fatwa MUI,” kata HNW.
Apalagi pemerintah sering kali menyampaikan soal relaksasi seperti untuk moda transportasi dan kegiatan ekonomi bahkan di kawasan yang sudah diberlakukan PSBB. Sekalipun dengan tetap melaksanakan protokol penanganan Covid-19.
“Nah kalau ini bisa dilaksanakan, kenapa tidak bisa diberlakukan bagi umat Islam terutama yang berada zona hijau, zona penyebaran Covid-19 yang terkendali atau bahkan yang diyakini tidak terjadi penyebaran Covid-19,” jelasnya.
Ia mengatakan, kesalahan memahami Fatwa MUI terkait Covid-19, mengakibatkan masalah di lapangan, sehingga ada masjid yang digembok dan tidak terdengar kumandang adzan. Pada akhirnya, umat tidak bisa melaksanakan shalat di masjid sekalipun mereka berada di luar zona merah.
Kita semua saat sekarang ini sudah seperti situasi perang Ahzab (Khandak). Musuh mengepung dari luar (serangan virus corona) dan ada penghianat dari dalam. Berdamai dalam pertempuran adalah tanda kita kalah.
Tapi apa yang dilakukan oleh Rasulullah adalah memberikan harapan. Persia akan takluk dan Romawi akan bertekuk lutut. Saat-saat kritis sekarang ini dan diakhir bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, marilah kita beristigfar, bermunajat kepada Allah SWT memberikan ketetapan terbaik kepada kita.
Optimalkan Harapan baik kita kepada Allah SWT diakhir Ramadhan yang berkah ini. Bukan Indonesia terserah tapi Indonesia Berserah kepada Allah SWT.
“Dan mereka membuat rencana, maka Allah pun membuat rencana (juga). Dan sebaik-baik pembuat rencana adalah Allah.” (Al Qur’an, Surat Ali ‘Imran, Ayat 54).
Salam Total Leadership!