BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Dosen Fakultas Sosial Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Batam, Imam Yudi, mengungkapkan bahwa KPK merupakan lembaga yang dibentuk untuk menjaga reformasi pada tahun 2002.
“Namun sekarang kemampuannya udah dikurangi dan banyak hal-hal yang tidak bisa dilakukan,” ujarnya. “Dalam problem yang di hadapi dengan revisi UU KPK bnyak hal yang menjatuhkan KPK, misalnya dengan adanya Dewan Pengawas yang di mana dewan pengawas tersebut bisa saja memihak ke pemerintah.”
Dia menyontohkan, kewengan yang biasa KPK lakukan untuk mencari informasi denagn cara menyadap alat telekomunikasi para pejabat, sekarang untuk melakukan itu diperlukan izin dari dewan pengawas.
Sedangkan pada pasal 3 UU KPK juga menyatakan bahwa KPK merupakan lembaga eksekutif, yang berrti pegawai KPK nantinya juga adalah Aparatur Sipil Negara alias PNS. Pada sebelumnya Pegawai KPK bukanlah PN namun tanga Ahli yang direkrut sesuai bidangnya masing-masing yang dibutuhkan oleh KPK. Tutupnya
Pakar ilmu politik dari unibersitas itu, Irwandi, SH, MH menjelaskan bahwa pada pasal 1 ayat 6 ketika seorang DPR atau pimpinan daerah sekalipun ataupun presiden jika sudah dilantik harus mengutamakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan individu ataupun kepentingan partai pengusung.
“Kepekaan terhadap isu yang beradar, merupakan peran utama mahasiswa, bahwa mereka masih memiliki kepedulian dan peran dalam membangun negara ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” sebutnya.
Banyak alternatif lain selain Perpu terhadap penyelesaian masalah. Dijelaskan Irwandi yaitu: Legislasi Riview pasal 20 dan 20A kewenangan dan fungsi DPR dan fungssi Legislasi, dan masalahnya metode ini akan memakan waktu lama dan prosesnya lambat. Capaian dari program legislasi tidak memuaskan karena memakan waktu yang Panjang.
Kedua Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) dikeluarkan untuk kepentingan memaksa dan bukan pada keadaan normal. Dan ini merupakan hak prerogratif presiden untuk mengeluarkan atau tidak mengeluarkan PERPU.Â
“Namun, tidak ada indikator bagaimana keadaan memaksa atau tidak memaksa.Kepetusannya juga ke DPR akan memantau setelah 1 bulan untk mnyetujui Perpu,” sambungnya.
Ketiga yakni Yudisial Riview fungsi MK dari pasal 24 UUD. Di mana proses ketika tindakan eksekutif dan legilatif ditinjau oleh badan yudikatif. Apakah suatu kebijakan atau UU sejalan atau sesuai tidak dengan konstitusi negara. Jika kebijakan tianggap tidak konstitusional maka UU tersebut dapat dibatalkan.
Pembahasan mengenai hal tersebut semuanya dijelaskan dalam diskusi ilmiah di Aula Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Tanjungpiang.
Ketua Pelaksana, Wahyu Ramadan mengatakan, kegiatan ini adalah kegiatan ilmiah yang bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan. Dan pemateri adalah Para Akademisi dari UMRAH yang memberikan materi sesuai dengan Keilmuannya masing-masing.
“Kegiatan ini mengundang Ormawa Internal UMRAH, ORMAWA Kedaerahan dan Cipayung Plus serta seluruh Mahasiswa di Tanjungpinang,” ungkapnya. (bpc3)