BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Nama desa tersebut Pebaun Hulu. Terletak di Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi. Selain Pebaun Hulu, ada dua desa lain yang berada di kawasan yang sama, yakni desa Pebaun Hilir dan desa Saik.
Untuk pergi ke tiga desa ini, hanya ada dua pilihan. Memakai kompang (kapal penyeberangan kecil) untuk menyeberangi sungai Batang Kuantan, atau memakai jalan darat melintasi kebun karet. Jalan darat ini jauhnya diperkirakan lima kilometer dari ibukota kecamatan.
Tak ada yang menyenangkan dari dua jalan tersebut. Jika memakai kompang, yang bisa menyeberang hanyalah sepeda motor. Jika jalan darat, sebagian jalan masih jalan batu, yang berdebu di musim kemarau, dan berlumpur di musim hujan.
Bagaimana dengan SPBU? Yang terdekat adalah SPBU yang masuk di kecamatan Kuantan Tengah, yang secara umum disebut sebagai wilayah Teluk Kuantan (ibukota kabupaten). Jarak SPBU ini dari desa Pebaun Hulu kira-kira 30 menit sampai 45 menit perjalanan.
Jika memakai aturan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, dimana pejual bensin eceran bisa dipenjara dengan lama kurungan sampai enam tahun dengan denda Rp30 miliar, maka warga Pebaun Hulu akan direpotkan untuk membeli bensin.
Penduduk yang sebagian besar penyadap karet ini harus pergi ke ibukota kabupaten, membeli bensin, dan kembali lagi ke kampung. Setidaknya, untuk membeli satu liter bensin, mereka harus mengorbankan satu jam waktunya (belum dihitung berapa bensin yang mereka habiskan untuk membeli bensin di SPBU).
Dengan kondisi tersebut, PT Pertamina tidak menegaskan aturan apa yang dipakai. Yang jelas, jika melihat ke aturan UU Nomor 22 Tahun 2001 pasal 53, penjual bensin eceran diancam dengan hukuman maksimal tiga tahun penjara, dan denda maksimal Rp30 miliar.
Lalu, apa yang harus dilakukan warga desa Pebaun Hulu? Taat aturan UU dan membeli bensin jauh-jauh ke ibukota kabupaten, atau membeli saja eceran, yang penjualnya pasti juga warga Pebaun Hulu, yang terancam penjara tiga tahun dan denda Rp30 miliar? (bpc2)