BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Gubernur Riau, Syamsuar sepertinya mulai “gerah”. Sebab selama ini pempov tak pernah menikmati hasil dari pungutan kelapa sawit. Biaya pungutan dari hasil kelapa sawit itu dihimpun oleh BPDPKS. Sejauh ini baru bisa dirasakan masyarakat Riau hanya sebatas bantuan replanting yakni sebesar Rp25 hektar. Selebihnya belum.
Menurut Syamsuar, sebagai daerah dengan jumlah perkebunan kelapa sawit terluas, masyarakat Riau belum merasakan dampaknya. Padahal jika dana pungutan dari kegiatan kelapa sawit itu juga bisa dialokasikan dalam bentuk dana bagi hasil (DBH), maka bisa dialokasikan untuk pembangunan daerah yang juga berimbas kepada masyarakat.
“Dana pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya itu belum ada alokasinya masuk ke provinsi Riau,” katanya.
Baca :Â Banjir Pasokan CPO Gerus Harga TBS Sawit di Riau Turun
Memperjuangkan DBH sektor kelapa sawit sebenarnya bukan hal yang baru dilakukan dimasa Gubernur Riau Syamsuar saja. Sejak Arsyad Juliandi Rachman menjabat sebagai Gubernur Riau upaya agar Riau bisa menikmati dana yang dihimpun dari aktivitas kelapa sawit juga sudah dilakukan.Â
Lagi pula, Provinsi Riau tidak sendiri, Pemprov Kalimantan Barat dan Penprov Kalimantan Timur juga sudah memperjuangkan DBH sawit sejak tahun tahun lalu. “Memang untuk bisa melakukan ini harus didukung dari semua pihak agar dana itu (sawit) bisa dialokasikan ke daerah,” ungkapnya.
Diantara kendala utama yang membentur keinginan daerah soal DBH sawit yakni belum adanya Undang-Undang yang mengatur mengenai itu. Satu-satunya cara, menurut Syamsuar, harus ada produk hukum yang membolehkan dana itu untuk ditransfer ke daerah. Sementara upaya yang memungkinkan untuk dilakukan daerah setakat ini hanya meminta dan mendesak DPR RI untuk menciptakan aturan tersebut, melalui perubahan perundang-undangan DBH yang sudah ada.
Kalau undang-undang itu belum berubah, maka pungutan biaya dari ekspor dan kegiatan turunan kelapa sawit sangat memungkinkan tak bisa dinikmati oleh daerah. Dari data yang dihimpun, dana pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya hingga awal Desember 2018 mencapai sekitar Rp14,48 triliun, melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp11 triliun. Pungutan itu lebih tinggi dibandingkan pungutan tahun 2017 mencapai Rp13,05 triliun. Peningkatan pungutan ekspor kelapa sawit dan turunanya ini terjadi karena adanya kenaikan ekspor produk kelapa sawit dan Crude Palm Oil (CPO).(bpc3)
Â