BERTUAHPOS.COM, JAKARTAÂ – Likuiditas ketat dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang enggan beranjak turun dari level 7,5 persen memaksa sejumlah perbankan nasional menaikkan suku bunga kredit konsumer, termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Menurut Senior EVP Consumer Finance PT Bank Mandiri Tbk, Tardi, penyebabnya karena bisnis penjualan rumah dari pengembang skala menengah ke atas telah bergeser dari KPR ke cicilan (inhouse).
“Segmen KPR memang menurun karena pengembang menengah-atas dulu bisa jual KPR dengan porsi 70 persen, dan 30 persen inhouse, kini kebalikannya. Sekarang cicilan bisa 70 persen dan KPR 30 persen,” kata dia kepada wartawan usai Launching Mandiri m-POS di Jakarta, Senin (8/9/2014).
Dijelaskan Tardi, pihak pengembang kini mulai bergerak mencari aliran dana masuk untuk memutar bisnisnya dengan cara menawarkan cicilan kepada pembeli. Mulai dari 48 kali, 60 kali bahkan sampai 120 kali.
“Kalau yang beli rumah Rp 1 miliar ke atas biasanya sudah punya KPR dan mereka tidak bisa punya lagi KPR karena hanya boleh ambil jika bangunannya sudah jadi. Tapi pengembang kan tidak mau, karena butuh cashflow, akhirnya nawarin cicilan 48 kali, 60 kali hingga 120 kali. Sudah kayak KPR saja padahal dia bukan bank,” terangnya.
Lebih jauh dia mengatakan, penerapan kebijakan loan to value (LTV) tahun lalu memberikan dampak yang besar terhadap kenaikan suku bunga KPR.
“Pengaruhnya besar sekali sebab KPR pertama boleh inden dan itu mengakibatkan cashflow pengembang tertahan sekali. Sehingga dia memberikan fasilitas cicilan ada yang sampai 120 kali layaknya KPR,” tutur Tardi.
Di samping itu, sambungnya, kenaikan suku bunga KPR dan kredit konsumer lain juga dikarenakan isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. “Kalaupun harga BBM naik, paling imbasnya sebentar sekira 2 bulan, lalu setelahnya tumbuh lagi. Indonesia kan kaya, lagipula likuiditas mulai agak longgar setelah kemarin-kemarin agak ketat,” cetus dia.(Liputan6)