Laporan Khusus

Menelusuri Jejak Raja Bujang (Orang Bunian) ‘Saudagar Tersohor dari Alam Gaib’ di Inhil

Share

Raja Bujang itu dikenal sebagai saudagar kaya raya di Malaysia dan Singapura. Tapi Bagi Masyarakat Indragiri Hilir, dia adalah Orang Bunian (makhluk gaib).

BERTUAHPOS.COM — Masih segar di ingatan Tarmizi, bagaimana dia kali pertama merapat di salah satu pelabuhan barang di negeri jiran, Malaysia, sekitar tahun 1980-an. Pria berusia senja itu kini sudah almarhum. Bertuahpos.com coba mengingat kembali pengalaman yang dia ceritakan sekitar tahun 2016 lalu, tentang Raja Bujang, seorang pebisnis tersohor dari bangsa Bunian (alam gaib).

Kedengarannya agak aneh memang. Namun faktanya, masih banyak orang-orang terdahulu di Kabupaten Inhil, Riau, meyakini bahwa urban legend itu, nyata. Pengalaman ini dialami Tarmizi sekitar tahun 80-an awal. Dari Teluk Pinang dia bertolak menaiki kapal motor ke Malaysia untuk mengunjungi familinya di sana.

Setibanya di salah satu pelabuhan barang di negeri itu, dia duduk di sebuah warung kopi yang tak jauh dari pelabuhan. “Saya ingat, orang-orang sangat sibuk ketika itu,” ungkapnya sambil menerawang berusaha mengingat peristiwa itu.

Tak lama berselang, duduk seorang pria paruh baya berperawakan Tionghoa, mengenakan kemeja putih sambil mengipas-ngipaskan buku kecil di tangan kanannya. Pria itu juga memesan secangkir kopi. Perbincangan diantara Tarmizi dan pria Tionghoa itu terjadi. 

“Dia tanye, awak dari mane. Saye jawab dari Teluk Pinang, Inhil. Dengar saye sebut Inhil, orang Chine (China) itu temenung sesaat. Habis tu die cakap, Raja Bujang sudah berangkat? Saye ade pesan beberape karung damar,” cerita Tarmizi dengan logat Melayu pesisirnya, khas Inhil.

“Dalam hati, saye tekejut (kaget). Setahu saye Raja Bujang itu orang bunian (makhluk gaib sebangsa jin). Ngape Koko Chine ini ade pesan barang dengan jin. Lepas tu (setelah itu) si Koko sebut kalau toke-toke di sini banyak yang kenal dengan Raja Bujang sebagai rekan bisnis. Saye masih belum jawab ucapan koko itu,” kata Tarmizi menyambung ceritanya.

Seingatnya, ada banyak hal yang diceritakan oleh Toke China itu kepadanya perihal Raja Bujang. Namun tak semua bisa diingat Tarmizi. Sedangkan dia hanya mendengar sambil dibaluti rasa bingung. Tak lama kemudian, perbincangan mereka terputus. “Ha… itu kapal Raja Bujang datang,” kata Toke China itu. Dia lalu bergegas membayar segelas kopi dan beranjak menuju ujung dermaga dengan tergesa-gesa.

Menurut pengamatan yang masih bisa diingat Tarmizi, orang-orang di kapal — yang disebut sebagai kapal Raja Bujang — adalah laki-laki bertubuh kekar. Penampilan mereka layaknya seperti buruh pada umumnya dengan kepala terikat kain, telanjang dada, dengan model celana tiga suku (celana gantung di bawah lutut). 

Dari sekian orang yang dia perhatikan tidak terlihat sosok seperti pemimpin, dengan maksud sambil menerka siapa tahu sosok itu adalah raja bujang. Seketika itu, para buruh di kapal dengan buruh angkut di pelabuhan berbaur satu sama lain, sehingga cukup sulit membedakan di antara mereka.

“Sedangkan di sini (Inhil) orang-orang tahunye Raja Bujang itu bukan manusia, tapi Orang Bunian (makhluk halus). Itulah pengalaman saye tentang Raja Bujang,” kata Tarmizi.

Saudagar Tersohor di Alam Gaib

Pada 19 Desember 2019, sebuah artikel berjudul: Raja Bujang, Penguasa Alam Gaib yang Terkenal dari Negeri Indragiri, ditayangkan pada sebuah situs berita iklik.co.id. Artikel itu bercerita tentang pengusaha sapi dari Madura berlayar dengan kapal untuk mengantarkan pesanan hewan ternak itu ke Kota Tembilahan, Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

Menurut banyak cerita yang beredar, peristiwa itu terjadi pada tahun 1970-an. Saudagar sapi dari Madura ini sebelumnya tidak pernah berlayar ke Tembilahan. Pada malam kejadian itu, kapal mereka berada di muara Sungai Mursi. Mereka melihat ada sebuah kota yang sangat ramai dan begitu gemerlap dengan hiasan lampu-lampu indah.

Mereka mengira, itulah Kota Tembilahan, lalu moncong kapal merapat ke sebuah dermaga besar. Terjadilah kegiatan bongkar muatan kapal berupa sejumlah sapi yang langsung dibawa dari Madura. Mereka kemudian melakukan transaksi layaknya pebisnis dengan seorang pembeli yang luar biasa gagahnya dan berkantong tebal.

Setelah semuanya selesai, pada saudagar sapi ini kemudian menyempatkan waktu untuk berkeliling sejenak di dalam kota itu hanya sekedar melepas penat, lalu mereka balik ke kapal untuk istirahat. Paginya, saat semua terjaga, kapal mereka hanya tertambat pada sebatang pohon pedada (sejenis mangrove). 

Sedang uang yang mereka terima dari seseorang pembeli sapi, sebagian adalah daun kayu, dan sebagian lagi uang asli. Barulah mereka sadar kalau sebenarnya mereka belum tiba di Tembilahan. Sedangkan kota yang tadi malam mereka singgahi adalah tempat hunian Orang Bunian atau makhluk halus — seperti Kota Saranjana di Kalimantan.

Menjual Hasil Hutan dan Tanda-tanda Keberadaan Raja Bujang

Bertuahpos.com mendapat pengalaman lain yang diutarakan oleh Ram. Seorang tetua yang dulunya pernah tinggal di Kecamatan Gaung, Inhil, Riau. Saat masih muda, dia sering keluar masuk hutan untuk membuka lahan perkebunan kelapa, tak jauh dari bibir Sungai Gaung. 

Pernah beberapa kali dia mengeluarkan ucapan sumpah serapah karena rumpun rotan dan semambu yang sebelumnya sudah ditandai raib begitu saja. Dia percaya itu ulah Raja Bujang.

Selain di wilayah pesisir Mandah, menurut cerita Ram, kapal Raja Bujang juga masuk ke Sungai Gaung, Gaung Anak Serka dan Sungai Luar. Kapal itu menjadi sarana utama bagi Raja Bujang dan anak buahnya untuk mengangkut hasil alam seperti rotan, damar dan semambu yang kemudian akan dijual ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.

Selain itu, ada banyak pengalaman lain yang menjadi buah bibir warga mengenai adanya pesta di tengah hutan pada malam hari. Hal itu dipercaya ulah anak buah Raja Bujang yang merupakan Orang Bunian, untuk mengisi waktu senggang selesai mereka mengangkut hasil hutan ke kapal. Mereka juga tidak sungkan mengajak manusia yang dijumpai untuk ikut berbaur dalam pasta itu.

Ram mengatakan, warga di salah satu desa di Kecamatan Gaung sudah hafal betul, kapan kapal Raja Bujang masuk menyusuri sungai itu. “Setiap bulan terang, sebulan sekali, sekitar pukul 01.00-02.00 WIB, warga selalu mendengar sayup suara sirine kapal, lalu diikuti dengan hempasan ombak di pantai lumpur. Tapi tak pernah ada yang melihat bentuk kapal itu,” ujarnya.

Raja Alam Gaib yang Tersohor

“Cerita ini bukan hanya sebatas cerita yang mengisyaratkan keberadaan Raja Bujang. Melainkan warga di Inhil sangat percaya bahwa Raja Bujang adalah nyata,” kata Mantan Kepala Kandepag Inhil Aziz. Dia berasal dari daerah pesisir Mandah.

Menurutnya, keberadaan Raja Bujang dianggap nyata, berdasarkan peristiwa yang pernah dialami sejumlah orang dan diceritakan kembali oleh tetua-tetua dulu. “Jadi, dia memang ada,” ungkap Aziz.

Dia menerangkan kalangan tetua di Kecamatan Gaung paling paham siapa sesungguhnya Raja Bujang. Bahkan secara silsilah, tetua di daerah ini lebih mengetahuinya secara mendalam.

Soal  Raja Bujang, Bertuahpos.com mencoba melakukan penelusuran di internet melalui mesin pencari. Beberapa artikel yang ditemukan lebih dominan bercerita tentang keberadaan Raja Bujang yang dirangkum dari mulut ke mulut. 

Dengan demikian tingkat kepercayaan warga di Inhil tentang legenda ini cukup tinggi. Bahkan beberapa literasi yang diterbitkan lembaga resmi, juga mengemukakan hal-hal demikian.

Mulanya Dia Seorang Raja

Misalnya pada situs liberary.uir.ac — hasil pengolahan data terkait; Asal-usul Nama Tembilahan, pada poin 2.1.7; Terjadinya Sungai Teluk Pinang — dijelaskan, pada zaman dahulu di sebelah Selatan Inhil terdapat dua kerajaan yang hidup berdampingan. Masing-masing kerajaan tersebut di pimpin oleh Panglima Hitam dan Raja Bujang.

Kerajaan Panglima Hitam terletak di Sungai Kentang, sedangkan kerajaan Raja Bujang terletak di sebelah hulu daerah itu, di dekat Sungai Pinang. Keduanya hidup damai saling membantu. Di antara perbatasan antara wilayah kerajaan mereka, ada satu sungai lain yang disebut Sungai Tulang, yang masuk dalam wilayah kekuasaan Raja Bujang.

Di sungai ini terdapat banyak tulang belulang sisa makanan buaya. Memang buaya-buaya itu tidak pernah mengganggu rakyat karena Raja Bujang selalu menyediakan makanan seperti kambing dan sejenisnya. Namun, lama kelamaan sikap Raja Bujang kepada buaya itu berubah. Dia tidak lagi menyediakan makanan sehingga banyak warga yang menjadi korban.

Sampai pada akhirnya dia sadar akan kesalahan itu. Usaha untuk menyelamatkan rakyatnya juga sia-sia. Raja Bujang minta bantuan kepada Panglima Hitam namun kekuatannya tak mampu melawan buaya-buaya itu. Demi keselamatan rakyat, kedua raja itu sepakat untuk pindah ke tempat lain. Namun tak ada yang tahu ke mana kedua raja tersebut memindahkan kerajaan mereka, memang keduanya adalah kerajaan gaib — Kerajaan Orang Bunian.

Jika merujuk pada sumber-sumber yang ada, maka mitos tentang Raja Bujang tak akan pernah lekang dimakan waktu. Sejak dulu hingga kini, kisah tentang Raja Bujang selalu diceritakan turun temurun — penuturan yang didominasi kisah dari pengalaman orang-orang yang dianggap pernah bertemu dengan Raja Bujang. (bpc2)