Kolom

Menjaga Asa Honorer

Share

BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Tak lama lagi, Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) bakal disahkan. Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) terlihat gencar melakukan uji publik. KemenPAN-RB mengungkapkan bahwa ada tujuh klaster yang menjadi pokok dalam revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Yaitu: Penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN); Penetapan kebutuhan PNS dan PPPK; Kesejahteraan PPPK; Pengurangan ASN akibat perampingan organisasi; Pengangkatan tenaga honorer; digitalisasi manajemen ASN; dan ASN di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif. Dari sekian isu penting barusan, paling prioritas disorot tentunya perkara nasib honorer ke depan. Mereka telah menguras tenaga, pikiran dan berjuang tak kenal lelah suarakan hak memperoleh kehidupan layak. Kita pun sudah banyak mendengar dan menyaksikan kehidupan honorer semisal guru atau tenaga kesehatan dibawah standar perikemanusiaan dan bangsa beradab. Guru honorer mendidik manusia bangsa tapi digaji apa adanya. Sementara yang kerjanya merusak dan mendegradasi mentalitas dan moral bangsa diperlakukan istimewa. Kerja serius tapi gaji bercanda. Sementara yang kerja bercanda digaji serius. Berangkat dari fenomena, tak heran kenapa bangsa ini susah sekali maju.

Menyoal revisi UU ASN, perihal nasib honorer akan dibuka status baru ASN. Dari semula terdiri dari dua unsur yakni PNS dan PPPK bertambah menjadi tiga unsur yaitu PNS, PPPK dan PPPK Paruh Waktu. Kabar PPPK Paruh Waktu atau Part Time termasuk santer dibahas. Meski sekedar konsep, ASN Part Time menarik atensi luas. MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas turut membenarkan PPPK Paruh Waktu masih sebatas konsep. Namun akan dijadikan acuan dan ketentuan yang akan didalami dalam pembahasan RUU ASN. “Itu kan kemarin soal konsep, jadi PPPK itu ada yang misalnya ya kayak cleaning service, kan enggak harus dari pagi sampai sore. Sehingga dimungkinkan, tapi itu kan masih dalam konsep, dimungkinkan salah satunya ada konsep paruh waktu,” kata Anas di Gedung DPR-RI, Jakarta (11/7/2023). PPPK Paruh Waktu juga disebut upaya mengakomodir tenaga honorer di lingkungan pemerintahan, baik pusat dan daerah, yang terdampak kebijakan penghapusan tenaga honorer pada 28 November 2023. Sebab ini janji Pemerintah sekaligus empat prinsip dipegang Menteri PANRB. Pertama menghindari PHK massal. Kedua, komitmen tidak menambah beban fiskal secara signifikan. Sebab kemampuan anggaran di setiap Pemda berbeda. Memperhitungkan kapasitas fiskal bisa menciptakan keberlanjutan program Pemerintah. Ketiga, skema dijalankan memastikan pendapatan non-ASN tidak berkurang dari diterima saat ini. Tenaga honorer sejauh ini sudah banyak berkontribusi, maka harus diusahakan pendapatan non-ASN tidak menurun akibat penataan ini. Terakhir, keempat, semua ditempuh sesuai regulasi yang berlaku.

Menepis Skeptis

Terlepas dari pembicaraan bentuk strategi mengakomodir tenaga honorer, hal paling esensial dan urgen dikawal terkait pembahasan RUU ASN adalah bagaimana menjaga asa tenaga honorer. Seumpama lilin, selama ini mereka terus positif. Berupaya memberi cahaya walau redup-redup. Kendati hidup serba tak berkecukupan dan bahkan pendapat perbulan ratusan ribu rupiah, itupun dirapel. Cahaya redup tadi bisa mati total kalau pembahasan RUU ASN berujung kekecewaan. Setakad ini saja sudah terdengar kabar kurang menyenangkan. Salah seorang anggota Komisi II DPR berkata bahwa proses transisi dalam rekrutmen yang akan diatur dalam RUU ASN sama sekali tidak akan menyinggung pengangkatan langsung. Tenaga honorer tetap harus mengikuti proses seleksi atau tes sebagaimana para CASN yang berkompetisi masuk ke pemerintahan. Baik di pusat maupun daerah melalui tiga unsur sebagaimana disinggung di bagian atas tulisan. Pernyataan tadi butuh penjelasan gamblang. Memang proses seleksi diperlukan. Agar diperoleh SDM pelayan publik prima dan berkompeten. Namun Pemerintah tetap diminta konsisten perihal nasib para honorer yang sudah lama mengabdi. Tentu sebuah kebijakan zalim dan jauh dari rasa adil sekiranya semua honorer diadu lewat tes. Semisal antar fresh graduate dan honorer yang secara usia sudah senior. Ini kan tak masuk akal. Mereka yang sudah bekerja lama dan secara usia dan kinerja terbukti produktif, tentu tak terpikir lagi menghadapi soal kayak tes wawasan dan lain-lain. Apalagi kalau ujiannya di-setting sedemikian rupa sesuai materi kekinian. Ini sama saja sudah kalah sebelum berperang.

Kekecewaan berikutnya mengenai isu pensiun. Semula saat diwawancara media, MenPANRB menegaskan Pemerintah bertekad memberi pensiun kepada honorer atau PPPK. “Sekarang kita bahas bagaimana teman-teman honorer non ASN ke depan juga bisa dapat pensiun, ini yang paling penting sehingga dengan begitu mereka yang sudah bekerja akan mendapatkan pensiun. Itu salah satu poin yang juga dibahas dalam UU,” kata sang menteri (12/7/2023). Akan tetapi beberapa asosiasi honorer mengungkap bahwa keinginan PPPK mendapatkan dana pensiun musnah sudah. Dewan Pembina Forum Honorer Non Kategori Dua Indonesia (FHNK2I) Raden Sutopo Yuwono berkata bahwa dalam Daftar Inventarisir Masalah (DIM RUU ASN), pasal mengenai pensiun untuk PPPK justru tidak dimasukkan. Ia mengaku cukup syok melihat isi DIM RUU ASN. Ternyata poin pensiun tak diakomodir. Menurut informasi, Komisi II DPR RI sudah mengusulkan peningkatan kesejahteraan PPPK, tetapi justru ditolak Pemerintah yang diwakili KemenPAN-RB. Disamping soal pensiun, asosiasi honorer juga beranggapan bahwa perubahan UU 5/2014 ke RUU ASN secara garis besar tidak membawa perubahan fundamental dan berarti. Ini tampak dari diserahkannya hampir keseluruhan klaster pembahasan RUU ASN ke Pemerintah. Hanya satu klaster yaitu KASN yang diputuskan bersama pemerintah dan DPR RI. Cukup beralasan kenapa para honorer skeptis kebijakan berkeadilan selagi semua hasil “dikte” Pemerintah. Padahal, semangat revisi UU ASN ini mestinya ada keberpihakan lebih ke honorer maupun PPPK.

Terakhir, kita menaruh harapan jangan sampai orientasi RUU ini buyar. Politisasi atau transaksi politik harus dijauhkan. Perspektif dikedepankan demi masa depan lebih baik bagi honorer. Ingat, ini perkara hidup orang. Tentu sangat tidak baik melalaikan atau menyiasati hak yang seharusnya mereka dapatkan. Balasannya dunia dan akhirat. Selain itu, ada kepentingan bangsa juga di sini. Jangan pula sudut pandang pembahasan RUU ASN ujungnya “memperhitungkan” kapasitas fiskal semata. Kalau ini sudut pandangnya bukan tak mungkin janji tak ada PHK massal bisa dikhianati. Toh bukan sekali dua kali Pusat tidak selaras antara ekspektasi dan realita; janji dan realisasi. Masyarakat sudah mahfum dan puas merasakan. Selama pembahasan RUU ASN saja sudah kecele. Jika ingin menyiasati fiskal, banyak cara lain bisa ditempuh. Mulai dari penatakelolaan ASN dan non ASN. Harus diakui tak sedikit keberadaan ASN dan non ASN “siluman”. Nama ada tapi tak pernah ngantor dan gaji tetap diambil. Ini sangat merugikan Negara dan merugikan sebagian besar para ASN dan non ASN lain yang mendedikasikan diri demi Negara. Jangan gara nila setitik rusak susu sebelanga. Di luar itu bisa juga merasionalisasi belanja Pemerintah supaya bisa lebih selektif lagi. Jangan bisanya hanya peras subsidi rakyat dan akali non ASN, namun Pemerintah malah jor-joran buat proyek yang sama sekali tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat dan kepentingan bangsa. Intinya harus fair.

Penulis: SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA DPRD PROVINSI RIAU