Asal Usul Uang Koin yang Tak Laku di Riau

Share

BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Uang itu hadir untuk mengganti sistem barter. Jadi negara membuat alat tukar. Sebab sistem barter itu dianggap tidak lagi memadai untuk kebutuhan manusia.

Pertama sekali uang beredar, dikenal dengan nama uang barang. Setiap wilayah memiliki uang barang yang berbeda. Papua, misalnya, menggunakan kulit kerang jenis tertentu, Bengkulu dan Pekalongan memakai manik-manik. 

Namun, setelah perdagangan antarwilayah terjadi, uang barang dirasakan tidak efektif. Barang yang dianggap berharga di suatu wilayah belum tentu bernilai sama di wilayah yang lainnya. 

Maka, perlu hadir bahan uang yang secara umum dihargai dan diminati oleh masyarakat luas. Inilah asal-usul terciptanya uang kartas dari bahan logam (koin), seperti dilansir dari bi.go.id.

Namu  di Riau sebagian besar wilayah tidak menerima uang logam sebagai alat tukar. Bank Indoensia (BI) sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap itu, dianggap gagal dalam mensosialisasikan kedaulatan rupiah terutama uang logam.

Padahal itu tugas BI di Riau, itu sejak dikeluarkan undang-undang baru, yait​u UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6/2009. 

Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerint​​ah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia (BI) getol melakukan kedaulatan rupiah kepada masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah pedalaman di Riau. Namun ada yang janggal, di tengah BI mengklaim sudah lakukan sosialisasi terhadap kedaulatan rupiah, ternyata uang koin tidak diterima masyarakat sebagai alat tukar. Kondisi itu terjadi hampir di semua daerah di Riau. 

Suanti, seorang warga di Kabupaten Siak mengaku bahwa uang koin di daerahnya tidak punya nilai sama sekali. Warung dan tempat belanja tidak menolak rupiah koin sebagai alat tikar. “Makanya kalau uang receh (koin) di sini berserakan saja. Kalau ketemu di jalan atau di sudut-sudut rumah, itu biasa,” katanya. (bpc3)