HARGA PUPUK NAIK: Petani Sawit di Riau Keluhkan Pendapatan Tak Berimbang

ketimpangan ekonomi petani sawit, ekonomi riau triwulan II tahun 2022

Ilustrasi/FOTO: Istimewa.

BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kenaikan harga bahan pokok, ditambah naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menyebabkan ketimpangan ekonomi cukup dalam yang dialami oleh petani kelapa sawit di Provinsi Riau.

“Kondisi petani sawit masih sangat kasihan sekali, apalagi mereka yang belum bermitra dengan perusahaan. Posisi harga TBS masih di Rp1.700an, Rp2.000an itu untuk mereka yang bekerjasama dengan PKS. Sementara potongannya gede lho, 7%. Kalau di PKS potongannya 1,5-2%,” kata Ketua DPW Samade Riau Karmila Sari di Pekanbaru, Senin, 5 September 2022.

Kata dia, dengan harga TBS saat ini, pendapatan petani kelapa sawit masih sangat jauh dari kata imbang, jika disesuaikan dengan harga bahan pokok dan BBM yang terus menanjak naik. Sementara pendapatan dominan mereka dari sawit menjadi semakin tak seimbang.

“Sementara kalau kita selaraskan dengan program pemerintah dengan adanya penanganan stunting, peningkatan kesejahteraan, target hingga IPM yang sudah disusun menjadi tidak selaras lagi,” tuturnya.

Karmila menyebut, terkait layangan surat yang dikirim oleh Pemprov Riau ke pemerintah pusat untuk penurunan harga pupuk, diharapkan segera direspon oleh pemerintah pusat. 

Sehingga di saat harga TBS kelapa sawit pelan-pelan mengalami kenaikan, lalu diikuti dengan turunnya harga pupuk, maka akan ditemukan penyesuaian antara pendapatan dan pengeluaran petani. 

“Tolong segera direspon supaya ada penurunan,” tambahnya.

Untuk saat ini, Karmila menambahkan, pihaknya tidak menaruh harapan besar kembalinya pupuk bersubsidi. “Memang kontrolnya agak repot ya, sama seperti BBM yang mau nggak mau nantinya juga akan naik. Alasan pemerintah tidak selalu subsidi diberikan,” tambahnya. “Makanya kita tak terlalu fokus berharap ada subsidi pupuk untuk petani sawit. Mainnya di lapangan lain lagi.”

Misal, pihak distributor akan lebih mengutamakan petani sawit yang berkelompok, sedangkan di lapangan tidak semua petani sawit itu tergabung dalam kelembagaan. “Ya, kita tahu sendiri ‘bagaimana butanya’ petani kita untuk berkelompok.”

Untuk menutupi kekurangan seperti ini perlu kiranya dilakukan penyesuaian harga pupuk dan menaikan harga TBS kelapa sawit secara bertahap.***

Exit mobile version