Berita

Mantan Waka Bareskrim Polri Dinilai Dikriminalisasi, DPP LAI-BPAN Minta Presiden Perintahkan Menko Polhukam Basmi Mafia Hukum

Share

BERTUAHPOS.COM, JAKARTA – Mantan Wakil Kepala Bareskrim Polri, Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir MSc, dinilai dikriminalisasi dalam perkara yang tidak dilakukannya. Karena itu, DPP Lembaga Aliansi Indonesia-Badan Penelitian Aset Negara-Divisi Hukum dan Advokasi, meminta Presiden Joko Widodo memerintahkan Menko Polhukam, Kapolri, Kejaksaan Agung untuk memberantas mafia hukum di tanah air.

Hal ini diungkapkan Muhammad Zainuddin SH, Divisi Hukum DPP LAI-BPAN, kepada wartawan, Rabu 16 Juni 2021. Ia juga berharap, Jaksa Agung Republik Indonesia menolak berkas perkara kriminalisasi tersebut. Hal ini menurut Muhammad Zainuddin, juga selaras dengan dukungan Ketua Umum Lembaga Aliansi Indonesia H Djoni Lubis, yang mendukung Jaksa Agung RI untuk menyelesaikan kasus kasus besar demi reputasi dan kedaulatan negara.

Diungkapnan Muhammad Zainuddin, dugaan kriminalisasi terhadap mantan Waka Bareskrim Polri ini bermula ketika PT. Konawe Putra Propertindo (KPP) pada tanggal 27 Agustus 2018 melakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang saham) dengan agenda memberhentikan Huang Zuo Chao selaku Direktur Utama, karena menghilang dalam waktu yang lama dan mengganti Pengurus Direksi dan Dewan Komisaris. Ketika itu terpilih Johny M. Samosir selaku Direktur Utama  dan Direktur Edy Wijaya sesuai dengan  Akta no. 2 tanggal 3 September 2018, AHU-AH.01.03-0241710 tanggal 12 September 2018.

Setelah terpilih, Johny M. Samosir dan Edy Wijaya melakukan konsolidasi kedalam, meminta pendapat hukum, keterangan dari semua pemegang saham. Ketika itu diputuskan untuk melaporkan Mantan Direktur Utama  PT. Konawe Putra Propertindo, yakni Huang Zuo Chao karena diduga kuat telah melakukan tidakan pidana dalam Perusahaan ke Polda SULTRA.tanggal 20 Juni 2019.

Atas laporan ini,  penyidik Polda Sultra menetapkan Huang Zuo Chao, Wang Bao Guang sebagai tersangka Pasal 372 Jo Pasal 374 Jo Pasal 385 ayat (1) Jo Pasal 102 ayat (1) UU RI nomor 40 tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (UUPT)Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 3 Jo Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 5 ayat (1) Jo Pasal 2 ayat (1) UU RI nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Polda Sultra juga menggandeng Ses NCB Interpol Indonesia melakukan tindakan terhadap Tersangka Huang Zuo Chao (Warga Negara China) dengan surat daftar Pencarian Orang (DPO) Nomor : DPO/08/XI/2019/Dit Reskrimsus tanggal 01 Nopember 2019, demikian juga terhadap tersangka Wang Bao Guang. Penyidik juga mengajukan surat ke Kadiv Hub Inter Polri tanggal 10 Agustus 2020, untuk permintaan Police to Police (P2P) kepada Kepolisian Republik Rakyat China terhadap tersangka Huang Zuo Chao, tersangka Wang Bao Guang.

Namun, pada  bulan Desember 2019, Direktur Utama PT.VDNIP (Virtue Dragon Nickel Industry Park) melaui kuasa Davin Pramasdita  SH.MH. melaporkan Direksi PT. KPP baru terpilih baru tahun 2018 atas dugaan tindak pidana penggelapan sesuai Pasal 372 dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/1063/XII/2019/Bareskrim. Laporan Polisi ini menurut Zainuddin, adalah Laporan  pilih tanding untuk menghambat Laporan Polisi yang dilaporkan oleh EDY WIJAYA selaku kuasa Direktur Utama PT KPP ke  Polda SULTRA tanggal 20 Juni 2019 lalu dan  telah menetapkan Zhu Ming Dong juga selaku Direktur  PT.VDNI dan PT. VDNIP.

“Yang dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri tanggal 26 Desember 2019 itu  kejadian dan peristiwa pada masa Huang Zuo Chao mejabat sebagai Direktur Utama PT KPP, bukan Irjen Pol (Purn) Johny M  Samosir MSc. Selain itu, Huang Zuo Chao yang menandatangani Perjanjian Induk  No. 001/VDNIP-KPP/III/2018 dan No.002/VDNIP-KPP/III/2018 Tanggal 28 Maret 2018 tidak kapasitas sebagai Direktur Utama PT. KPP karena Huang Zuo Chao bertindak tidak sesuai dengan peraturan perundang-Undang, karena yang di jual adalah asset PT KPP.” ujarnya.

Karena itu lanjut Zainuddin, mengacu pada ketentuan mengenai penjualan aset, pada Pasal 102 Undang-Undang Perseroan Terbatas  Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan  atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan,

“Pertayaan kami, ada tidak RUPS tersebut? apakah Huang Zuo Chao mantan Direktur PT. KPP yang menghilang tersebut sudah diperiksa? kemana uang hasil penjual asset tersebut dan untuk kepentingan apa? Apakah cara pengalihan sudah sesuai aturan jual beli yg baik yang dilindungi hukum?  sampai saat ini belum diperiksa malah sebaliknya diduga kuat ada kekuatan besar di balik perkara ini yang dimainkan “Penjahat Kera Putih” sehingga menggunakan instrument hukum sebagai alat kepentingan Bisnis Jahat dan tanah di Negara Ini,” tegas Muhammad Zainuddin.

Keanehan dalam perkara ini lanjut Muhammad Zainuddin, Irjen Pol (P) Drs. Johny M. Samosir M.Sc baru menjabat sebaga Direktur Utama pada tanggal 3 September 2018, ditetapakan sebagai tersangka tanggal  8 April 2021 – Pasal 372 KUHP sedangkan pelaku sebenarnya Huang Zuo Chao. “Banyak kejanggalan lain, seperti Zhu Ming Dong selaku Direktur Utama PT. VDNI dan PT. VDNIP sebenarnya berpotensi kuat menjadi tersangka atas laporan PT. KPP di Polda Sultra karena ada Alat bukti pembicaraan di Hp  dan keterangan saksi mengarah kuat ada keterlibatan, bahkan dalang terjadinya penggelapan di tubuh PT.KPP, Mengapa tidak di periksa dan diungkap  penyidik ? jangan di penggal peristiwa dan fakta hukumnya . kenapa Zhu Ming Dong malah melaporkan PT KPP  ke Bareskrim  untuk kasus yang sama yang sudah dalam tahap penyidikan di Polda SULTRA. Serta Laporan yang sudah berjalan 2 Tahun sejak 20 Juni 2019  cenderung di peti eskan untuk  melindungi kejahatan penjualan asset  PT. KPP dilakukan oleh Huang Zuo Chao, kenapa penyidik tidak mengungkap siapa otak di balik peristiwa ini dan  balik sebaliknya laporan PT. VDNIP  di Bareskrim dengan penyidikan bertubi-tubi terhadap orang-orang yang jelas tidak terlibat khususnya Direksi baru PT KPP,” ada apa ini,” ujarnya.

Dari peristiwa ini lanjut Muhammad Zainuddin sangat jelas dalam Kasus Kawasan Mega Industri Konawe sarat dengan kepentingan “Penjahat Kera Putih” sangat bertentangan dengan Pasal 1 ayat [6] UU 28/1999) Penyelenggara Negara harus  bersih dan bebas dari praktek  korupsi, kolusi dan nepotisme selaras dengan jika seorang penyelenggara negara dalam hal ini pimpinan instansi pemerintah dan apparat penegak hukum membiarkan terjadinya peristiwa pidana di instansi yang dipimpinnya, maka dia telah mengesampingkan penyelenggaraan negara yang bersih yaitu penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya seuai perintah. (rilis/bpc17)