Berita

Istri General Manager PT Adimulia Agrolestari Siapkan Kresek Uang Suap Bupati Kuansing

Share

BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Sidang suap Bupati Kuansing, Andri Putra, dengan terdakwa Sudarso, General Manager PT Adimulia Agrolestari, Kamis 24 Februari 2022, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Di persidangan terungkap, sopir Andri Putra jemput uang suap Rp500 juta ke rumah terdakwa, kreseknya disiapkan oleh istri terdakwa.

Sesuai jadwal, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan tiga orang saksi ke hadapan majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan SH MH. Ketiganya yakni sopir pribadi Andri Putra, Beli Iswanto alias Muncak, ajudan Andri Putra, Hendri dan Pengawas Kebun Andri.

Kepada majelis hakim, saksi Muncak mengatakan, saksi pernah kerumah terdakwa Sudarso sebelum KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) 18 Oktober 2021 lalu. Saksi Muncak mengaku pernah diperintahkan Bupati Kuansing Andi Putra, ke rumah Sudarso, menggunakan mobil Hilux ke Pekanbaru.

Saksi berangkat sendiri dan tiba di rumah Sudarso sore hari. Sesampainya di rumah Sudarso, terdakwa bertanya kepada saksi Muncak apakah ada membawa tas, lalu dikatakan tidak ada. Teman Sudarso, Syahlevi Andra kemudian menyerahkan uang sebanyak Rp500 juta dalam bentuk uang pecahan Rp100 ribu, sementara istri terdakwa Sudarso memberikan kresek untuk membungkus uang tersebut.

Pada kesempatan tersebut, terdakwa menyuruh saksi Muncak menghitung uang tersebut dan diketahui jumlahnya Rp500 juta. Setelah itu, saksi Muncak pulang ke Taluk Kuantan langsung ke rumah Andri alias Aan di Sei Jake untuk menitipkan uang tersebut. Saksi Muncak mengatakan kepada saksi Andri bahwa Bupati Andri titip bungkusan tersebut dan akan diambil sendiri oleh Bupati Andri Putra.

Dua hari kemudian, Andri Putra bersama saksi Muncak datang ke rumah saksi Andri mengambil uang Rp500 juta tersebut dan membawanya ke Pekanbaru, saksi Muncak maupun Aan tidak ada mendapat bagian dari uang Rp500 juta tersebut.

Kemudian tanggal 18 Oktober 2021, terdakwa Sudarso datang ke rumah Bupati bertiga menggunakan mobil Hilux putih. Setelah Sudarso pulang, Bupati siap- siap berangkat ke Pekanbaru karena Andri Putra akan jadi saksi Mursini. Andri Putra berangkat bersama saksi Muncak dan ajudannya Hendri.

Sampai di Lipat Kain, Bupati Andri Putra menyuruh saksi Muncak mengarahkan mobil ke SPBU karena merasa ada mobil yang mengikuti. Bupati Andri Putra mengatakan kepada ajudan agar melihat mobil di belakang karena mengikuti. Kecurigaan tersebut benar, karena ketika di SPBU mobil yang mengikuti berhenti di seberang jalan dan ketika Bupati Andri Putra melanjutkan perjalanan, mobil tersebut kembali mengikuti.

Di perjalanan, Andi Putra ada menghubungi keluarganya yang polisi, meminta agar melacak nomor yang mobil yang mengikuti tersebut dan mengatakan plat nomor mobil tersebut terdaftar dan tidak ada apa-apa. Di perjalanan menuju Pekanbaru ada iring-iringan lima unit truk, mobil yang dikendarai saksi Muncak dan Bupati kemudian memotong truk tersebut dan masuk ke areal trans.

Setelah memotong tersebut, saksi tidak melihat mobil yang mengikuti tersebut. Bupati Andri Putra kemudian memerintahkan untuk mengganti plat nomor mobil yang dikendarai mereka.dan melanjutkan perjalanan hingga ke Pekanbaru.

Di Pekanbaru, pada malam hari, istri Andi Putra menelepon ajudan dan mengatakan ada orang KPK di rumah dan meminta agar Andi Putra datang ke Polda Riau. Kemudian ajudan, Bupati dan Muncak ke Polda Riau.

Seperti diberitakan sebelumnya sudarso didakwa memberi suap Bupati Kuansing Andi Putra Rp500 juta dari Rp1,5 miliar yang dijanjikan, agar mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan 20 persen kebun kemitraan / plasma PT Adimulia Agrolestari.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Meyer Volmar Simanjuntak SH, yang diserahkan ke Pengadilan, disebutkan, perbuatan terdakwa dilakukan antara tanggal 27 September 2021 sampai 18 Oktober 2021, di Jalan Kartama Gg. Nurmalis, Kelurahan Maharatu Marpoyan Damai, Pekanbaru dan Jalan Sisingamangaraja, Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.

Perbuatan terdakwa bermula adanya tugas Bupati Kuansing Andi Putra, sebagai Panitia Pemeriksaan Tanah B Provinsi Riau dan menetapkan lokasi kebun kemitraan/plasma minimal 20%.

Sementara PT Adimulia Agrolestari mengelola tanah perkebunan sawit yang berdiri di atas alas HGU Nomor 00008 tanggal 08 Agustus 1994 dengan luas tanah 3.952 Ha di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dengan jangka waktu HGU selama 30 tahun sejak tahun 1994 s.d 2024.

PT Adimulia Agrolestari telah membangun paling sedikit 20% kebun kemitraan untuk masyarakat yang seluruhnya terletak di Kabupaten Kampar sebagaimana diwajibkan berdasarkan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Jo. Pasal 40 huruf K Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.

Bahwa berdasarkan Permendagri Nomor 118 Tahun 2019 terjadi perubahan batas wilayah Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi yang berakibat HGU nomor 00008 tanggal 08 Agustus 1994 milik PT Adimulia Agrolestari yang semula hanya berada di wilayah Kabupaten Kampar berubah menjadi terbagi di dua wilayah yaitu sebagian di Kabupaten Kampar dan sebagian lagi berada di Kabupaten Kuantan Singingi.

Karena itu, PT Adimulia Agrolestari mengajukan perubahan HGU 00008 tanggal 08 Agustus 1994.

Atas permohonan tersebut, kemudian terjadi perubahan HGU terhadap kebun sawit yang terletak di Kabupaten Kuantan Singingi. Karena jangka waktu Sertifikat HGU PT Adimulia Agrolestari tersebut akan berakhir pada tahun 2024 maka saksi Frank Wijaya, Komisaris PT Adimulia Agrolestari sekaligus pemilik meminta terdakwa Sudarso untuk mengurus perpanjangan Sertifikat HGU.

Atas permintaan tersebut, terdakwa memulai proses pengurusan perpanjangan Sertifikat HGU PT Adimulia Agrolestari ke Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi. Namun karena luas tanah yang dimohonkan perpanjangan HGU diatas 25 Hektar bukan menjadi kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi melainkan kewenangan Kementerian ATR (Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah) maka surat permohonan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari tersebut diteruskan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi ke Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Riau.

Bahwa atas permohonan perpanjangan HGU Nomor 10009, 10010 dan 10011 dari PT Adimulia Agrolestari, kemudian pada tanggal 03 September 2021 bertempat di Hotel Prime Park Pekanbaru, Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau Muhammaf Syahrir mengadakan rapat koordinasi dengan mengundang para pihak terkait dan dihadiri oleh Panitia Pemeriksaan Tanah B Provinsi Riau, serta dihadiri oleh pihak PT Adimulia Agrolestari selaku pemohon yang diwakili oleh terdakwa dan Syahlevi Andra.

Dalam rapat ditemukan permasalahan yaitu kebun kemitraan yang telah dibangun oleh PT Adimulia Agrolestari sebesar paling sedikit 20% dari luas HGU yang dimohonkan perpanjangan seluruhnya berada di Kabupaten Kampar padahal telah terjadi perubahan batas wilayah yang menyebabkan sebagian wilayah HGU PT Adimulia Agrolestari masuk ke Kabupaten Kuantan Singingi.

Sehingga ada 2 Kepala Desa yaitu Desa Sukamaju dan Beringin Jaya (Kabupaten Kuantan Singingi) meminta agar PT Adimulia Agrolestari juga membangun kebun kemitraan di wilayah desa tersebut, arena PT Adimulia Agrolestari belum membangun kebun kemitraan paling sedikit 20% di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi.

Bahwa atas permasalahan tersebut PT Adimulia Agrolestari berniat untuk tidak perlu membangun kebun kemitraan lagi di wilayah Kuantan Singingi karena telah membangun paling sedikit 20% kebun kemitraan di Kabupaten Kampar, namun oleh Muhammad Syahrir dijelaskan bahwa kewenangan menentukan lokasi kebun kemitraan paling sedikit 20% dari total HGU ada pada Bupati Kuantan Singingi.

Selanjutnya Muhammad Syahrir mengarahkan PT Adimulia Agrolestari untuk meminta surat rekomendasi persetujuan dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi tentang penempatan lokasi kebun kemitraan / plasma di Kabupaten Kampar yang sudah ada sebelumnya. Surat rekomendasi diperlukan sebagai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU.

Karena terdakwa sudah lama mengenal Andi Putra, sejak Andi Putra masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi dan dalam rangka mempermudah terbitnya surat rekomendasi persetujuan dari Andi Putra, kemudian terdakwa melakukan pendekatan, baik melalui komunikasi handphone maupun datang langsung.

Dari pertemuan antara terdakwa dengan Andi Putra, kemudian terdakwa melaporkan hasil pertemuan tersebut kepada Frank Wijaya yang pada pokoknya Andi Putra akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan, namun PT Adimulia Agrolestari diminta memberikan uang. Frank Wijaya menyetujuinya.

Pada September 2021, Andi Putra meminta uang kepada terdakwa sebesar Rp1,5 miliar dalam rangka pengurusan surat rekomendasi pesetujuan. Terdakwa kemudian melaporkan kepada Frank Wijaya dan  menyepakati untuk memberikan uang secara bertahap, saat itu disetujui untuk memberikan uang sebesar Rp500 juta terlebih dahulu.

Bahwa selanjutnya tanggal 27 September 2021 terdakwa meminta Syahlevi Andra membawa uang Rp500 juta ke rumah terdakwa di Jalan Kartama Gg. Nurmalis No. 2 RT.002 RW.021 Kelurahan Maharatu,
Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Selanjutnya terdakwa melalui Syahlevi Andra memberikan uang tersebut kepada ANDI PUTRA melalui supirnya Deli Iswanto.

Kemudian PT Adimulia Agrolestari membuat Surat Nomor : 096/AA-DIR/X/2021 tanggal 12 Oktober 2021 perihal permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT Adimulia Agrolestari David Vence Turangan. Andi Putra kembali menagih kepada terdakwa sisa uang dari yang dijanjikan sebesar Rp1,5 miliar.

Terdakwa kemudian melaporkan permintaan tersebut kepada Frank Wijaya, namun Frank Wijaya  keberatan jika harus memberikan kepada ANDI PUTRA secara sekaligus, tetapi Frank Wijaya setuju pemberian uang dilakukan secara bertahap.

Selanjutnya terdakwa memberi saran kepada Frank Wijaya agar memberikan kepada Andi Putra sebesar Rp100 – 200 juta saja, karena PT sudah pernah memberikan Rp500 juta. Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp250 juta.

Tanggal 18 Oktober 2021 pagi hari terdakwa meminta Syahlevi Andra selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari untuk mencairkan uang sebesar Rp250 juta sebagaimana permintaan Andi Putra untuk pengurusan surat rekomendasi.

Di persidangan Kamis petang, 3 Februari 2022, menghadirkan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Syahrir. Nama ini diduga menerima suap perizinan lahan senilai Rp1,2 miliar dari perusahaan tersebut terkait perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) di Kabupaten Kuansing.

Perihal uang miliaran ini bermula dari pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Meyer Volmer Simanjuntak kepada Syahrir. Menurut JPU uang itu diserahkan oleh pihak perusahaan di kediaman Syahrir.

Sontak saja Syahrir membela diri mendengar pertanyaan JPU itu. Dengan tegas, Syahrir menjawab tidak pernah menerima uang dari PT Adimulia Agrolestari terkait pengurusan HGU.

“Tidak benar,” kata Syahrir di hadapan majelis yang dipimpin Dahlan didampingi hakim anggora Adrian Hasiholan Hutagalung dan Iwan Irawan.

Bantahan Syahrir ini ditanyakan hakim ke Sudarso yang mengikuti persidangan secara virtual dari gedung KPK, Jakarta. Sudarso dengan tegas menjawab pernah memberikan uang ke Syahrir.

“Benar yang mulia, saudara Kepala Kanwil BPN Riau, Syahrir menerima uang sebesar Rp1,2 miliar,” tegas Sudarso.***(bpc17)