BERTUAHPOS.COM — Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan atau BI Rate. Kebijakan ini hadir di tengah tekanan pelemahan rupiah akibat penguatan dolar AS. Keputusan BI menurunkan BI Rite tanpa aba-aba itu, dikhawatirkan akan memicu spekulasi adanya tekanan politik, khususnya dari Presiden Prabowo Subianto.
Para ekonom menilai, memangkas suku bunga acuan mungkin dimaksudkan untuk menjaga konsumsi domestik agar tetap kuat, meski berisiko menimbulkan mal-investasi di sektor ekonomi utama. Para pelaku pasar menganggap apa yang dilakukan BI adalah keputusan tidak biasa.
Menurut Chief Economist NH Korindo Sekuritas Indonesia, Ezaridho Ibnutama, spekulasi tersebut kian menguat setelah KPK melakukan penggeledahan di Kantor BI, termasuk di ruangan Gubernur BI Perry Warjiyo, terkait dugaan korupsi dana CSR. “September adalah bulan terakhir BI memangkas BI Rate sebelum keputusan terbaru ini,” ungkapnya, seperti dilansir dari Bloomberg Technoz, Jumat, 17 Januari 2025.
Sementara itu, keputusan pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate oleh Bank Indonesia bisa jadi didorong oleh kebutuhan pemerintah dalam meningkatkan akses KPR murah, menjelang 100 hari kerja Presiden Prabowo. “Ada kegelisahan terhadap capaian program belanja pemerintah,” sebutnya.
Masalahnya, penurunan BI Rate secara mendadak, kata dia, bukan tanpa risiko, khususnya untuk jangka panjang. Ezaridho menyebut kredit murah yang berlebihan berpotensi menciptakan mal-investasi—terutama di sektor properti dan infrastruktur, serta memperburuk kualitas kredit di pasar.
Selain memangkas suku bunga acuan, Bank Indonesia juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 4,7%-5,5%, turun dari 4,8%-5,6%. Proyeksi ini sejalan dengan prediksi Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang memperkirakan pertumbuhan 2024 hanya mencapai 5%, di bawah target 5,2%.
Dalam pengumuman resmi, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan dukungan penuh terhadap visi “Asta Cita,” delapan prioritas utama Presiden Prabowo, termasuk ketahanan pangan, pembiayaan ekonomi, dan digitalisasi. Ini menjadi sinyal kuat bahwa BI sedang menyelaraskan kebijakan moneter dengan agenda pemerintah.
Presiden Prabowo, dalam beberapa kesempatan, menyatakan keyakinannya bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8% atau lebih. Ia juga menggagas sejumlah program besar, seperti “Makan Bergizi Gratis” untuk anak sekolah, serta mendukung pembiayaan perumahan melalui Program 3 Juta Rumah.
Keputusan BI ini melanjutkan rangkaian kebijakan ekonomi yang dinilai kontroversial. Sebelumnya, Presiden Prabowo secara mendadak membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya beberapa jam sebelum diberlakukan. Langkah ini bertujuan menjaga daya beli masyarakat, meski mendapat kritik atas kurangnya konsistensi.
Ketua OJK, Mahendra Siregar, juga mendukung kebijakan fleksibel dalam pemberian kredit, termasuk kepada debitur dengan catatan kredit buruk, untuk mempercepat implementasi program pemerintah.
Meskipun diwarnai dinamika geopolitik dan tantangan ekonomi, Presiden Prabowo tetap optimistis. “Saya yakin kita akan mencapai bahkan melampaui pertumbuhan 8%,” ujar Prabowo. Ia juga berjanji akan menghadirkan kejutan besar dalam beberapa bulan ke depan untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
Langkah-langkah Presiden Prabowo, termasuk kebijakan moneter BI, menunjukkan ambisi besar pemerintahannya. Namun, tantangan besar menanti, termasuk risiko fiskal dan kualitas kebijakan jangka panjang. Akankah strategi ini berhasil, atau justru menjadi bumerang? Waktu yang akan menjawab.***