BERTUAHPOS — Minimnya investasi asing, membuktikan bahwa Indonesia sejauh ini belum dilirik. Ada sederet faktor yang menjadi penyebabnya, kata Ekonom dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, dikutip dari Bisnis.com, Rabu, 7 Mei 2025.
Salah satu penyebab utamanya, kata dia, adalah ketidakpastian dalam lingkungan bisnis yang dinilai belum mendukung iklim investasi jangka panjang. Dalam Forum Bisnis Indonesia bertajuk “Diteror Trump dan Diancam Xi Jinping, Bagaimana Nasib Ekonomi Indonesia?” Yose memaparkan bahwa kondisi geopolitik global, khususnya kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump terhadap beberapa negara, telah mendorong banyak investor untuk memindahkan basis produksi mereka, terutama dari China. Namun, Indonesia belum sepenuhnya menjadi destinasi utama relokasi tersebut.
“Kita melihat perpindahan dari negara-negara yang terdampak kebijakan AS, terutama dari China. Tapi relokasi ke Indonesia masih sangat terbatas dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya,” ujarnya.
Data 2024 menunjukkan, dari 176 perusahaan Jepang yang merelokasi usahanya dari China, sebanyak 90 perusahaan memilih Vietnam, 25 ke Thailand, 19 ke Malaysia, dan hanya 16 perusahaan yang memutuskan pindah ke Indonesia.
Menurut Yose, rendahnya keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global menjadi salah satu penghambat utama. Struktur produksi Indonesia yang didominasi sektor sumber daya alam dinilai kurang selaras dengan kebutuhan industri manufaktur, yang menjadi fokus banyak perusahaan global.
“China kuat di sektor manufaktur, sementara Indonesia masih bergantung pada natural resources. Perbedaan ini membuat perusahaan berpikir ulang sebelum memindahkan produksinya ke Indonesia,” jelasnya.
Selain tantangan dari sisi struktur produksi, biaya relokasi yang tinggi serta kurangnya integrasi Indonesia dalam rantai pasok global juga menjadi kendala. Yose menyebut bahwa posisi Indonesia masih berada di bawah rata-rata Asia dalam hal integrasi global supply chain, bahkan dibandingkan dengan India, Kamboja, Vietnam, dan Filipina.
Ia menegaskan bahwa ketidakpastian kebijakan dan regulasi turut memperburuk daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi. Untuk memperbaiki kondisi ini, Yose mendorong pemerintah agar membuka diri melalui kebijakan ekonomi yang lebih terbuka dan ramah terhadap investor asing.
“Membuka diri terhadap perekonomian global dan meningkatkan integrasi dalam rantai pasok dunia adalah kunci agar Indonesia tidak tertinggal dalam persaingan investasi internasional,” katanya.***